Senin, 16 November 2015

Nelayan, Ibu dan Rumah Harapan #III (Gelombang)

Share & Comment

Akhirnya aku mengajakmu berlayar, dengan perahu kecil, dan aku yang tidak pandai berenang. Kisah-kisah tentang cekcok pendapat atau perbedaan menanggapi gelombang, mengisi kepala kita hampir setiap hari.

Bagaimana jika kamu harus berjalan dengan seseorang yang tidak seratus persen seiya-sekata denganmu? Sekuat apa pun kita mencoba mencari kesamaan, toh tidak akan pernah ada jawaban yang mutlak. Kita sama, tapi juga beda.

Aku pernah mendengar pernyataanmu tentang selera musikku yang terbilang rendah. Aku tidak mengerti lagu-lagu kebarat-baratan, pun, aku tidak tahu lagu yang kekinian. "Kita berbeda dalam hal ini," ucapku, kamu mengangguk. Pun soal penampilan, cara makan, dan lain-lain.

Tapi aku lega saat tahu kalau aku dan kamu sama-sama tidak bisa bilang "tidak" untuk ajakan orang lain, dan sama-sama mau belajar untuk memberi pengertian.

Kisah hidup kita semakin dipilah saat aku mengajakmu melaut bersama. Kenapa aku bilang begitu? Sebab kenyataannya, dalam prosesi melaut ini, Tuhan membuka tabir, mana saja kesamaan yang ada dalam diri kita, dan apa saja perbedaannya.

Kamu Pendayung yang Lamban, Aku yang Tergesa-gesa
"Aku tidak suka caramu mendayung," ucapku. Kita sedang berada di atas laut, apa pun bisa terjadi di sini. Maka aku memintamu untuk lebih waspada dan cekatan dalam merespons gelombang. "Bisakah kamu lebih cepat meraih dayung? Kita tidak sedang bersantai di atas danau," lanjutku.

Kamu memang pendayung yang lamban. Ayunan tanganmu tidak secepat yang aku lakukan. Berbeda denganku yang selalu tergesa-gesa dan cenderung bergerak serampangan.

Awal melaut denganmu, aku sempat tidak terima dengan perbedaan ini. Kamu lamban dan tidak cocok denganku yang serampangan. Kamu lamban dan sering membuatku naik pitam. Kamu lamban dan aku tidak suka dengan kelambanan.

Tapi, aku akhirnya tahu, dengan memilikimu yang cenderung lamban, Tuhan mempertemukan kita agar aku belajar lebih sabar. Tergesa-gesa itu tidak baik, cobalah untuk tenang, begitu kata orang bijak. Maka kuputuskan, mungkin aku yang harus menurunkan kecepatan, dan kamu pun, harus belajar mempercepat pergerakan. "Kita bertemu agar masing-masing menjaga keseimbangan."

Kamu yang Rajin Berkata "Kenapa", Aku yang Terlalu Tutup Telinga
Makanan sehari-hari seorang pelaut adalah gelombang. Tidakkah kita sedang melaut bersama? Wajar bukan kalau gelombang datang dan kita harus siap meresponsnya.

Mengenai cara kita merespons gelombang, aku sering menemukan selisih paham denganmu. Masih ingat kan, gelombang yang datang siang-siang, dan aku memilih menurunkan layar? Di saat itu, kamu melayangkan tanya, "Kenapa layar harus diturunkan?" Masih ingat juga kan, saat aku memilih membuang perlengkapan perahu dan di saat itu kamu bertanya, "Kenapa harus dibuang? Kita masih butuh alat-alat itu kan?"

Selama melaut, pertanyaan "kenapa" sering kamu lontarkan. Aku tidak suka dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Aku menurunkan layar agar angin laut tidak terlalu menggoyahkan perahu kita. Aku membuang peralatan perahu agar kita tidak karam.

Pertanyaanmu adalah cara kamu merespons gelombang. Begitu pu dengan tindakanku yang terkesan tiba-tiba dan tanpa memberi tahu. "Kita mempunyai cara yang berbeda dalam menanggapi masalah," ucapku. Mungkin aku yang terlalu tutup telinga untuk setiap tanya yang kamu layangkan, atau kamu yang terlalu menanyakan hal-hal yang membuatmu janggal.

"Lalu bagaimana dengan perbedaan ini?" tanyamu sedikit kecewa. Semakin sering kita melaut bersama, maka semakin dekat cara pandang kita dalam menanggapi masalah. Temani aku melaut ya.

Kamu yang Gamang, Aku Pun Sama
Suatu malam, gerimis serupa mimpi buruk bagi kita. Laut begitu pekat di dalam hari. Kita sedang berlayar pulang. Belum sampai rumah, gerimis sudah menyambut pelayaran kita. Kamu panik, aku pun sama.

Dua orang yang sama-sama panik dipertemukan di atas perahu. Kita mempunyai titik kesamaan dalam hal ini. Kamu bertanya gamang, "Apa yang harus kita lakukan?" Kamu perempuan penakut yang sering terserang kekhawatiran. Aku pun lelaki yang tidak sepenuhnya pemberani. Tapi bertemu denganmu yang mudah gamang, aku pun belajar menjadi pelaut yang tegas dalam memberi arahan.
***

Mengajakmu melaut adalah prosesi merangkum ensiklopedi rasa antara aku dan kamu. Ada masa di mana kita tersenyum melihat pemandangan laut di sore hari, ada saatnya juga kita cekcok seperti yang aku ceritakan sebelumnya. Tapi itu adalah ensiklopedi. Berkat semua peristiwa yang kita alami, aku jadi tahu bagaimana membuatmu tenang saat terserang gamang, bagaimana meyakinkanmu saat terlalu banyak melontarkan pertanyaan, serta bagaimana-bagaimana lainya.

Aku akan terus mengajakmu melaut. Meski perahu kita kecil dan aku yang tidak sepenuhnya pandai merenang, melaut akan jadi sesuatu yang menyenangkan. Kita sedang menulis cerita di sini.

Jakarta, 16 November 2015
(Berlanjut ke Nelayan, Ibu dan Rumah Harapan IV)


Tags:

Written by

Penulis buku, tinggal di Yogyakarta. Twitter: @Naqib_Najah

  • Punya Materi Bagus Tapi Tidak Ada Waktu Menulis!

    Banyak dosen yang tidak mempunyai waktu untuk menulis, padahal, mereka punya materi yang sangat bermanfaat.

  • Saya menulis buku biografi!

    Saat ini buku sudah dilirik sebagai media dokumentasi hidup yang sangat positif. Anda butuh penulisan biografi?

  • Berapa Biaya Hidup di Jogja? (Feature Radio)

    Ini dia pertumbuhan biaya hidup di kota pelajar ini. Pengin tahu lebih lanjut?

  • Jogja Kian Macet! (Esai Foto)

    Januari 2014 lalu saya beserta tim membuat esai foto menyoroti pembangunan hotel dan tingkat kemacetan....

  • Pengin Bikin Iklan Produk dalam Bentuk Video? Murah Kok!

    Iklan dengan bentuk video ternyata terkesan beda. Banyak orang melakukan hal ini, tapi... berapa sih biayanya?

 

Paraqibma Video Project


Layaknya anak-anak seusianya, Akila sering menemukan masalah saat proses belajar. Mulai dari susah diminta mengerjakan PR, hingga kejenuhan dengan sistem belajar.

Apa yang terjadi pada Akila selanjutnya? Simak video iklan berikut: Quamon, mini project by Paraqibma.

Artikel Bisnis


Dizipoint menjadi jembatan antara pebisnis dan pasar online. Selain plaza online, Dizipoint juga menyediakan artikel-artikel bisnis bagi pengunjung.

Saya menulis artikel-artikel bisnis untuk plaza online tersebut. Silakan login di sini untuk membaca artikelnya.

New Aquarich (Coming Soon)

Copyright © New Paraqibma | Designed by Templateism.com