Minggu, 22 November 2015

Di Jakarta, Korrie Layun Rampan Menulis Epilog Hidupnya

Share & Comment
Sumber gambar: Kompas
"Suara para wara (dukun) seakan bujukan kepada kematian agar tak lagi mengambil kehidupan, dan ucapan perpisahan akan maut yang pernah menjemput."1)

Dia bercerita tentang kesedihan yang dialaminya saat istri beserta putrinya meninggal dunia. Dia menahan rasa malang: orang tua, dia sendiri, dan sekarang istri beserta putrinya mengalami nasib sial karena satu bencana yang sama.

Diceritakan, orang tuanya meninggal gara-gara bencana Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Begitu pun, ia kehilangan kakinya setelah dua tahun bekerja sebagai tenaga penebang hutan di HPH. "Kedua kakiku harus diamputasi karena kerobohan pohon meranti," lanjutnya bercerita.

Sekarang giliran dua perempuan penyemangat hidupnya yang menemui nasib malang tersebut. Istrinya meninggal saat mengantar putrinya ke sekolah. Kejadian bermula saat transportasi sungai bermesin kecil (baca: ketinting) karam akibat ombak yang berasal dari bongkahan kayu besar. Orang HPH yang mengalirkan kayu tersebut.

Lewat cerpen Kewangkey, Korrie Layun Rampan menempatkan dirinya sebagai lelaki malang. Sudah ditinggal keluarganya, dia pun harus menjalani hidup penuh keterbatasan. Kakinya buntung. Jalannya mengesot dengan kedua tangan, dia sedih sekali. Tulisnya, "Aku mencoba menarik napas sepenuh dada. Tak dapat kuantar anak dan istriku ke rumah mereka yang terakhir."

***
Itulah cerpen Korrie. Apa yang dia kisahkan di dalam Kewangkey (terangkum dalam buku Tarian Gantar, diterbitkan Yayasan Indonesiatera tahun 2002), sangat berkebalikan dengan kenyataan yang Korrie alami saat ini.

Jika dalam cerpen tersebut, Korrie yang menelan rasa pilu gara-gara ditinggal istri dan putrinya, barangkali sekarang giliran istri dan keenam anaknya yang menelan kesedihan karena ditinggal Korrie. 

Kamis (19/11/15) kemarin, Korrie Layun Rampan membuat epilog untuk karya hidupnya. Korrie akhirnya menyerah, kalah oleh penyakit darah tinggi, kencing manis dan jantung yang membuatnya tutup usia di Rumah Sakit Islam Jakarta.


Kicauan di Twitter dan status Facebook berteberan, mengabarkan kepergian sastrawan yang tidak hanya kreator sastra tapi juga kamus di bidang kesusastraan.

Menjuluki beliau layaknya kamus sastra memang sangat tepat. Di awal-awal ketertarikan saya dengan karya sastra, kata pengantar dari Korrie sangatlah membantu perkenalan saya dengan bidang satu ini. Maka yang saya ingat dari Korrie Layun Rampan adalah kata pengantar. 

Saya masih ingat, kata pengantar Korrie Layun Rampan dalam buku "Dunia Perempuan: Antologi Cerita Pendek Wanita Cerpenis Indonesia" (Bentang, 2002), yang memberi gambaran begitu detail tentang karya cerpenis Indonesia. Membaca kata pengantar Korrie, seperti mendengar kecerdasan seorang komentator dalam ajang pencarian bakat yang kadang lebih menarik disaksikan daripada perform artisnya sendiri.

Saya baru benar-benar membaca cerpen Korrie Layun Rampan saat tiba pada buku Acuh Tak Acuh, kumpulan cerpen Korrie Layun Rampan yang ditulis sekitar tahun 90-an. Dari sampul dan judulnya, saya kira buku tersebut berisi kumcer remaja, atau cerpen-cerpen metropop seperti Fira Basuki, dll.

Nama Korrie Layun Rampan, bersanding dengan nama sastrawan lainnya seperti Hamsad Rangkuti, Sutardji Calzoum Bachri, Danarto, Kuntowijoyo, yang menjadi jembatan ketertarikan antara saya dengan dunia sastra. Akan tetapi, Korrie punya cerita berbeda. Saya sempat salah kira. Dulu saya mengiranya... tapi ternyata....


Nama Korrie di desa saya lebih dekat dengan perempuan. Mungkin kalau di desa tempat saya besar, Korrie akan ditulis dengan Qori, dan nama tersebut untuk seorang cewek. Begitu pun dengan nama Layun. Penyebutannya lebih dekat dengan A'yun. Lagi-lagi ini adalah nama perempuan. Tidak salah kalau sejak awal kenal namanya, ditambah lagi saat beliau mengisi kata pengantar Dunia Perempuan, saya menganggap beliau adalah sosok perempuan.

Kesalahan tersebut, baru saya versi tahun 2010 kemarin, setelah saya iseng-iseng browsing di wikipedia tentang nama-nama sastrawan yang dulu melekat dalam masa remaja saya. Sekarang, nama tersebut telah menulis epilog. Jakarta menjadi perjalanan terakhir beliau.

"Dia ke Jakarta sekitar sebulan lalu untuk menghadiri acara, tapi malah sakit dan meninggal," ucap keponakan Korrie, Yulianus Henock seperti dilansir Kompas (20/11). Sambung Keponakan, "Padahal, dia selalu bilang ingin berada di Kutai Barat ketika dipanggil Tuhan."
Tidak ada yang bisa menolak maut, Guru! Maut salah satu hal yang pasti di tengah kehidupan yang penuh ketidakpastian ini. Sebagaimana tulismu, "Maut dengan kepastiannya selalu mengatasi kehidupan yang selalu tak pasti. Siapa yang mampu menolak mati?"2)

Saya ingin berterima kasih atas esai dan tulisanmu dalam beberakata pengantar yang selalu memberi pencerahan dan keindahan. Begitu pun, terima kasih saya atas pesona artikelmu yang turut melahirkan ketertarikan saya dengan kesusastraan.

Hari ini, berdasarkan pengakuan dari Yulianus, jasadmu rencananya akan dikuburkan dengan tradisi Dayak Benuaq. Semoga setelah upacara kematian, kamu adalah roh yang menghuni negeri indah. Sebagaimana doamu dalam cerpen Kewangkey, "Setelah kewangkey (upacara kematian) para roh akan memasuki negeri yang indah yang dibangun dari intan dan berlian di mana mereka dapat mengaca di jalan-jalan yang dilukiskan sebagai cermin."

Matahari sudah terbenam seluruhnya, dan bumi sedikit demi sedikit habis kehilangan cahaya! Kamu tergeragap kehilangan segala. 3)

Jakarta memang bukan epilog impianmu. Tapi di ibu kota, telah tertulis penutup manis untuk riwayat panjang hidupmu. Selamat jalan, Guru! 

Jakarta, 22 November 2015

Catatan: 
1) & 2) Penggalan cerita dalam cerpen Kewangkey.  
3) Menyadur kalimat terakhir dalam cerpen Kewangkey dengan mengubah kata ganti "aku".
  
Tags:

Written by

Penulis buku, tinggal di Yogyakarta. Twitter: @Naqib_Najah

  • Punya Materi Bagus Tapi Tidak Ada Waktu Menulis!

    Banyak dosen yang tidak mempunyai waktu untuk menulis, padahal, mereka punya materi yang sangat bermanfaat.

  • Saya menulis buku biografi!

    Saat ini buku sudah dilirik sebagai media dokumentasi hidup yang sangat positif. Anda butuh penulisan biografi?

  • Berapa Biaya Hidup di Jogja? (Feature Radio)

    Ini dia pertumbuhan biaya hidup di kota pelajar ini. Pengin tahu lebih lanjut?

  • Jogja Kian Macet! (Esai Foto)

    Januari 2014 lalu saya beserta tim membuat esai foto menyoroti pembangunan hotel dan tingkat kemacetan....

  • Pengin Bikin Iklan Produk dalam Bentuk Video? Murah Kok!

    Iklan dengan bentuk video ternyata terkesan beda. Banyak orang melakukan hal ini, tapi... berapa sih biayanya?

 

Paraqibma Video Project


Layaknya anak-anak seusianya, Akila sering menemukan masalah saat proses belajar. Mulai dari susah diminta mengerjakan PR, hingga kejenuhan dengan sistem belajar.

Apa yang terjadi pada Akila selanjutnya? Simak video iklan berikut: Quamon, mini project by Paraqibma.

Artikel Bisnis


Dizipoint menjadi jembatan antara pebisnis dan pasar online. Selain plaza online, Dizipoint juga menyediakan artikel-artikel bisnis bagi pengunjung.

Saya menulis artikel-artikel bisnis untuk plaza online tersebut. Silakan login di sini untuk membaca artikelnya.

New Aquarich (Coming Soon)

Copyright © New Paraqibma | Designed by Templateism.com