Kamis, 10 Oktober 2013

Sebab Defleksi Itu Nikmat

Share & Comment


Sepak bola mengenal istilah defleksi. Secara bahasa, defleksi berarti pembelokan. Kalau Anda sering menonton bola, para komentator pertandingan akan mengudarakan kata ini ketika melihat tendangan keras seorang pemain berbelok arah karena benturan dengan pemain lainnya.
Defleksi tidak selamanya berbuah untung. Ada defleksi yang justru menghambat terjadinya gol: tendangan keras seorang pemain, yang sebenarnya sudah mengarah ke gawang, akhirnya berbelok arah dan hanya menghasilkan tendangan pojok karena benturan dengan pemain lainnya. Namun banyak juga defleksi yang berbuah keuntungan.
Minggu, 20 Januari 2013 lalu, Robin van Persie memperoleh untung dari sebuah defleksi. Laga sengit antara Manchester City vs Manchester United berakhir dengan skor 2-3 untuk Setan Merah. Tendangan bebas Van Persie membentur barisan bertahan City, bola pun berbelok dan cukup ampuh untuk mematikan langkah Joe Hart. City pun menelan kekalahan di hadapan pendukungnya sendiri.
“Itu bukan gol yang fantastis karena itu defleksi tapi itu tidak menjadi masalah,” tutur Van Persie usai pertandingan.
Dalam laga Cagliari vs Inter Milan (29/9/13) kemarin pun, defleksi menjadi faktor X yang menyelamatkan muka tuan rumah dari kekalahan. Inter Milan yang unggul di menit 75 lewat Mauro Icardi harus menerima hasil seri. Umpan dari sisi kiri dimanfaatkan Radja Nainggolan dengan tendangan keras yang kemudian mengenai kaki Rolando, bola berbelok, Handanovic tidak bisa menyelamatkan gawangnya.
Lebih freak lagi, kita bisa melakukan flashback pada pertandingan final Liga Champions 23 Mei 2007. AC Milan yang kembali bertemu dengan Liverpool, menciutkan nyali The Reds berkat gol Filippo Inzaghi. Tendangan bebas Andrea Pirlo membentur badan ‘putra dewi fortuna’ ini dan gol pun tidak terelakkan.
Tulis BBC Sport menggambarkan defleksi gol Inzaghi, “Inzaghi scored a freak opener in first-half injury time, unwittingly deflecting Andrea Pirlo's free-kick past a wrong-footed Pepe Reina.
Gol tersebut membakar semangat I Rossoneri, yang pada final kali ini sukses mengangkat trofi Liga Champions.
***
Defleksi, sebuah pembelokan, tidak hanya terjadi di dalam lapangan hijau. Olahraga hanya sebuah miniatur atas segala apa yang terjadi dalam kehidupan nyata. Oleh karenanya, defleksi yang terjadi di dalam kehidupan real, efeknya akan lebih manis (jika memang menguntungkan) dan lebih pahik (jika memang merugikan).
Tuhan sebagai pemilik skenario, kadang menempatkan kita pada adegan yang sama sekali tidak terbayang sebelumnya. Adegan tersebut, kadang sangat berbelok jauh dari background kita. Inilah defleksi. Setiap orang mempunyai perjalanan masing-masing. Kita tidak tahu apa yang terjadi esok hari.
Cerita tentang defleksi dalam hidup saya terjadi pada 6 Agustus 2008. Saya seperti bola dengan Tuhan sebagai penendangnya. Dia menendang, yang lantas membentur episode hidup lain sehingga berbeloklah arah hidup saya.
6 Agustus 2008 menjadi perjalanan awal saya datang ke Jogja. Orang-orang yang mendengar kepergian saya ke Jogja akan heran setengah mati. Tanda tanya yang ada di kepala mereka sangat beralasan. Dari mulai melihat background saya sebelumnya, hingga meninjau alasan saya ke Jogja yang tidak kuliah, pun tidak kerja.
Namun lagi-lagi ini konteksnya defleksi. Tuhan sebagai penendang, saya bolanya. Layaknya bola, apakah dia punya hak untuk memprotes penendangnya supaya diarahkan lempeng-lempeng saja?
Defleksi saya yang akhirnya menetap di Jogja hingga saat ini lebih tepat untuk dikatakan defleksi Inzaghi ke gawang Reina. Ini adalah defleksi yang manis. Banyak keuntungan yang saya terima lewat defleksi ini. Karena Jogja, saya akhirnya bisa berdekatan dengan lingkungan akademis. Almarhum ibu saya tipekal orang yang mempunyai kecenderungan dalam dua hal: dagang dan pendidikan. Ketika saya didefleksikan di Jogja, maka pikir saya, “Mungkin ini cara Tuhan untuk melanjutkan mimpi ibu saya.”
Tendangan yang dilakukan Tuhan (dengan saya sebagai bolanya) ternyata terus bergulir. Dari defleksi tahun 2008, bola itu terus berputar ke arah yang lebih manis. Perlahan-lahan saya bisa menanggalkan status sebagai pengasong koran, begitu pun, perlahan-lahan namun pasti saya bisa memperkuat poin-poin akademis.
Mimpi ibu saya semakin nyata. Diawali masuknya saya ke dunia penerbitan, dilanjutkan menjadi penulis biografi yang membuat saya bersentuhan dengan narasumber yang fantastis, kemudian diteruskan dengan kesempatan saya mengenyam pendidikan di bangku universitas.
Awal kedatangan ke Jogja, saya tidak mempunyai bayangan akan kuliah di kota ini. Pikir saya Cuma bekerja, nulis, berkarya. Namun kesempatan itu datang seiring tendangan Tuhan yang terus bergulir hingga kini.
Di bangku kuliah, saya semakin merasakan energi almarhum ibu saya. Ketika saya duduk paling depan, saya ingat nasihat ibu yang dulu ia tuturkan sewaktu saya masih Sekolah Dasar, “Duduk di depan. Jawab pertanyaan dari guru. Simak materi dengan cermat.”
Ketika saya bisa berkomunikasi dengan dosen, ketika itulah saya ingat ibu saya. Dulu, ibu sering terkesima ketika datang ke rumah guru dan melihat almari ruang tamunya penuh dengan buku. Ibu saya pun mudah terkesima ketika melihat kecerdasan seseorang. Oleh karenanya, ia selalu membuat larangan kepada anak-anaknya untuk tidak berpikir lambat. Cerdas, cerdas, dan cerdas. Itu pinta ibu saya.
Ibu saya jago matematika. Dia sering memeragakan teknik berhitung cepat seperti yang ia lakukan di eranya. Semangat-semangat seperti ini yang sampai saat ini seolah menjadi harian saya. Almarhum ibu saya mentransfer energi untuk anaknya yang terkena defleksi tendangan Tuhan ini.   
Di dalam sebuah pertandingan sepak bola, defleksi selalu disambut dengan sorakan penuh semangat para komentator bola. Jim Beglin dan John Champions, dua komentator bola yang biasa terdengar di game PES ini sering berteriak, “And…. Deflection!!!” dengan suara khasnya ketika terjadi pembelokan atas tendangan keras seorang pemain.
Defleksi, entah itu berujung pada kerugian atau keuntungan, seyogyanya harus disambut dengan suka-cita. Defleksi, entah itu bencana atau berkah, adalah bagian dari skenario Tuhan. Saya bersorak akan defleksi yang saya alami pada tahun 2008 silam.
Ketika defleksi Inzaghi sukses membawa AC Milan menjuarai Liga Champions, apakah defleksi dalam hidup Anda pun juga berujung pada kebahagiaan?
Yogyakarta, 10 Oktober 2013
Tags: ,

Written by

Penulis buku, tinggal di Yogyakarta. Twitter: @Naqib_Najah

  • Punya Materi Bagus Tapi Tidak Ada Waktu Menulis!

    Banyak dosen yang tidak mempunyai waktu untuk menulis, padahal, mereka punya materi yang sangat bermanfaat.

  • Saya menulis buku biografi!

    Saat ini buku sudah dilirik sebagai media dokumentasi hidup yang sangat positif. Anda butuh penulisan biografi?

  • Berapa Biaya Hidup di Jogja? (Feature Radio)

    Ini dia pertumbuhan biaya hidup di kota pelajar ini. Pengin tahu lebih lanjut?

  • Jogja Kian Macet! (Esai Foto)

    Januari 2014 lalu saya beserta tim membuat esai foto menyoroti pembangunan hotel dan tingkat kemacetan....

  • Pengin Bikin Iklan Produk dalam Bentuk Video? Murah Kok!

    Iklan dengan bentuk video ternyata terkesan beda. Banyak orang melakukan hal ini, tapi... berapa sih biayanya?

 

Paraqibma Video Project


Layaknya anak-anak seusianya, Akila sering menemukan masalah saat proses belajar. Mulai dari susah diminta mengerjakan PR, hingga kejenuhan dengan sistem belajar.

Apa yang terjadi pada Akila selanjutnya? Simak video iklan berikut: Quamon, mini project by Paraqibma.

Artikel Bisnis


Dizipoint menjadi jembatan antara pebisnis dan pasar online. Selain plaza online, Dizipoint juga menyediakan artikel-artikel bisnis bagi pengunjung.

Saya menulis artikel-artikel bisnis untuk plaza online tersebut. Silakan login di sini untuk membaca artikelnya.

New Aquarich (Coming Soon)

Copyright © New Paraqibma | Designed by Templateism.com