Ada dua pilihan: membuat kompetisi semakin tegang, atau menurunkan tensi dan rileks sebentar.
Pada halaman ke-24 buku
Life Greatest Lessons, terasa betul ajakan rileks yang disampaikan oleh Hal Urban. Hidup sudah terlalu berat, joke akan menyelamatkanmu untuk hidup lebih panjang. Oleh Urban, joke dianggap sebagai cara menyeimbangkan hidup. Tertawakan diri sendiri, sedangkal apa pun joke yang dilontarkan, kalau memang bisa membuatmu rileks, lakukan!
Tulis Urban, "Kita perlu menghargai hal-hal yang membantu kita untuk tetap seimbang, yang mencegah kita dihancurkan beban keseriusan."
Tahun 1946, lahir sebuah novel berjudul
Zorba The Greek karangan Nikos Kazantzakis yang akhirnya difilmkan tahun 1964. Diceritakan, ada dua orang kontradiktif yang kebetulan dipertemukan.
Zorba dengan segala kegilaannya, dan Boss yang terjebak dengan kehidupan yang monoton dan cenderung serius. Kehidupan Boss serba A: ganteng, pandai, dan mapan secara finansial. Tapi, dia tidak menikmati hidup dan terpenjara dalam dirinya sendiri. "Kamu memiliki segalaya Boss, kecuali satu hal: kegilaan," ucap Zorba.
Urban mencoba membuat refleksi dari film ini. Ajaknya, "Yang saya maksud adalah satu kebenaran besar: manusia perlu bersenang-senang." Agar tidak seperti Boss yang terlampau serius hingga tidak menemukan kesenangan dalam hidupnya.
***
Tiba di seri ke-13 MotoGP 2015, Valentino Rossi memikul beban lumayan berat. 13 September lalu, jarak poin antara The Doctor dengan Lorenzo hanya terpaut 12 angka. Perebutan gelar MotoGP 2015 semakin ketat dan menegangkan, namun ia tidak mau membalasnya dengan ketegangan pula.
Di San Marino, Rossi justru membuat joke. Jika dulu ia terbiasa melemparkan statement yang cadas dan cenderung meninggi, di usia matangnya, ia membalikkan arus komunikasi yang dulu sering ia terapkan.
Sebuah helm dengan gambar ikan kecil yang dikejar seekor hiu besar ia desain khusus untuk balapan ke-13. Cukup mengejutkan, Rossi menundukkan kepala dengan mengibaratkan dirinya sebagai teri kecil, sementara kompetitornya (Anda tahu siapa yang dimaksud) ditempatkannya sebagai hiu yang siap memangsanya.
Dalam sebuah ketatnya kompetisi, akan sulit membuat joke "merendah" seperti ini. Terlebih, persaingan tersebut lahir dari
roommate, Jorge Lorenzo. Tapi, Rossi rela 'membuang' nama besar untuk sementara waktu.
Setibanya di Liverpool, Jurgen Klopp mengajak awak media melepas gelak tawa lewat statement yang anti muluk-muluk. Jika banyak manajer yang melontarkan janji di awal perkenalannya menangani klub, Klopp membalikkan arus umum.
Ia tahu, ia datang ke Liverpool di saat 'cuaca' sedang buruk-buruknya. Delapan kali pertandingan, tiga kali berakhir dengan kemenangan, tiga kali seri dan dua kali kalah. Start yang buruk bagi pasukan Anfield, ditambah musim yang buruk di tahun sebelumnya. Dan Klopp tidak mau memposisikan dirinya layaknya malaikat pembaruan.
"Kehadiran saya bukan berarti dapat mengubah segalanya di musim perdana," ucap Klopp. "Apakah ada di ruangan ini yang menganggap saya bisa melakukan keajaiban? Tidak! Saya seorang pria yang biasa saja. Aku datang dari Black Forest. Ibuku mungkin duduk di rumah sekarang memantau ini," ucap Klopp merendah, wartawan pun tertawa.
Tidak ada risiko yang harus diterima dari sebuah kerendahan hati. Sebaliknya, akan ada perlawanan besar di balik kesombongan yang terlontar. Rossi dan Klopp telah memadamkan api kompetisi yang sebenarnya sedang panas-panasnya. Tapi saat ini, ada seorang manajer klub Premier League yang tidak mau menerapkan "merendah" dan cenderung menseriusi setiap pertanyaan awak media.
Keseriusannya untuk menjawab pertanyaan pers, komentarnya untuk hal-hal yang tidak perlu, serta pengkambinghitaman atas setiap kekalahan, justru semakin menegangkan urat kompetisi yang sudah tegang.
Masih dalam buku
Life Greatest Lessons, Hal Urban mengambil satu refleksi lagi soal pentingnya melupakan beban dengan sebuah candaan. Ia menceritakan Murray yang cenderung
slengean, dan Nick yang sangat serius. Apa yang dikhawatirkan Murray atas Nick, ia takut keponakannya itu tumbuh menjadi orang baik yang terlalu serius dan lupa bagaimana menikmati hidup.
Hingga di akhir pembahasan, dengan sedikit paksaan, mari kita menyiapkan joke untuk segala bentuk keseriusan yang dihadapi. Toh dengan joke, kita mendamaikan atmosfer hidup yang sedang dijalani, dan keseriusan kadang malah membakar hidup yang seolah kompetisi ini. Pertanyaannya, mau pilih mendinginkan atau membakar situasi?
Jakarta, 11 Oktober 2015