Kamis, 12 Desember 2013

Membuka Pintu untuk Diri Sendiri

Share & Comment
Saya mengenalnya hanya dalam hitungan hari. Karena sering main ke kost teman, dengan sendirinya saya bertemu dengannya, walau pun sebatas bertemu dan numpang lewat saja. Selasa malam kemarin, saya akhirnya satu lingkaran. Kami bareng, saya, dia, dan dua sahabat lain. Selasa malam itu ia membuat saya mendengar begitu banyak tentang kehidupannya: dia sedang sakit, merasakan luka yang sama seperti yang saya rasakan bertahun-tahun dulu.

Malam itu, dia menceritakan kondisi psikisnya yang kurang nyaman. Katanya, kondisi tidak nyaman ini ia pendam hampir tiga tahun. Segala ketidaknyamanan bermula dari jiwanya yang ia lepaskan tanpa kendali.

Pelepasan pertama: ia mempunyai pacar. Hubungan antara dia dan kekasihnya sudah terjalin hampir tiga tahun. Tahun pertama ia lalui begitu indah, ketika jarak belum menjadi halangan. Namun cerita menjadi berbeda ketika ia pindah dari Klaten menuju Yogyakarta.

Jarak Jogja-Klaten memang tidak sebegitu jauh. Akan tetapi, sedekat apa pun sebuah jarak jika tidak disertai dengan kepercayaan, akan jatuh pada kerisauan juga.

Ia risau perial komitmen pasangannya. Kerisauan itu yang membuatnya melepaskan jiwa dari dirinya sendiri.
Pelepasan kedua: kerisauan itu memakan durasi yang cukup lama. Bermula dari ketidakpercayaan, masalah bertambah dengan kondisi dia yang mencurigai adanya orang ketiga. Jiwanya semakin lari. Pada kondisi seperti ini, ia membiarkan jiwanya terombang-ambing antara kekasihnya, dan orang ketiga.
Dua kondisi “pelepasan” membuat tidurnya tidak nyenyak. Hatinya tidak pernah nyaman. Selalu kosong!
***
Pertemuan kedua dalam agenda Jumat Meditasi yang saya ikuti di Wihara Buddha Prabha, masih memfokuskan diskusi pada kemampuan diri kita menjaga jiwa yang kita miliki. Artikel ini sebenarnya adalah penjabaran dari tulisan berjudul “Dari Gua Jun, Ajahn Brahm Hingga Ajaran Mencintai Diri Sendiri” yang saya posting beberapa minggu silam (link artikel bisa dilihat di sini).
Bahwa membawa jiwa pada wilayah yang sedang kita tempati sangatlah sulit. Contoh, ketika kita sedang berada di kelas, seringkali jiwa kita justru lari ke wilayah-wilayah lain. Atau ketika kita sedang bertemu dengan orang A, justru seringkali jiwa kita melayang pada orang lainnya.
Kondisi lari seperti ini sangat tidak menguntungkan. Bagaimana saya bisa berucap demikian? Setidaknya saya adalah orang yang sangat dirugikan oleh aktivitas-aktivitas ‘pelarian’ seperti ini. Saya punya pengalaman ‘gejala psikologis’ yang kompleks. Oleh karenanya, saya bisa bicara banyak perihal hal-hal yang menyakiti diri sendiri.
Di dalam cerita di atas, kondisi pelarian tidak menguntung sahabat baru saya. Kita sering menjadikan jiwa kita layaknya kapas yang terombang-ambing antara satu orang ke orang lainnya. Dalam sebuah penjelasan, salah satu guru pembimbing meditasi mencontohkan, mayoritas orang tidak mempunyai magnet untuk jiwanya sendiri. Sebaliknya, jiwanya justru disenyawakan dengan magnet yang ada di jiwa lainnya. Efeknya, ia terombang-ambing dengan mudah.
Analogi capeknya jiwa kita jika lari dari diri sendiri sangatlah mudah. Jiwa sama halnya dengan fisik. Ketika fisik terasa ngos-ngosan setelah menyelesaikan lari lima putaran lapangan, maka psikis pun memiliki efek yang sama.
Belakangan saya sering menyebut sindrom ‘lari’ ini sebagai penyakit candu. Kita mempuyai jiwa yang mudah terserang candu: selalu menggantungkan beberapa hal kepada benda lain. Kita bahagia jika berdekatan dengan sahabat tertentu. Kita bahagia hanya saat berdekatan dengan orang A.
Saya mudah sekali terserang penyakit seperti ini. Saya mudah terjebak pola, hingga akhirnya lahirlah candu.
***
Dalam beberapa kesempatan, saya sering bertanya kepada diri sendiri, apa tujuan mengikuti meditasi?
Jawaban sederhananya ya karena saya butuh ketenangan. Namun kenyataannya meditasi bukan sekadar mencari ketenangan.
Jawaban sederhananya lagi ya karena saya punya banyak masalah psikologis. Namun kenyataannya meditasi bukan hanya perihal menyembuhkan kondisi psikis.
Saya menemukan banyak ‘kedalaman’ di dalam meditasi. Dengan catatan, taraf meditasi saya baru sebatas pemula. Baru sebatas bisa merem dan belum sepenuhnya fokus mengingat arahan pembimbing. Namun di dalam meditas, di tengah kondisi saya yang lagi-lagi belum sepenuhnya menguasai, saya berterima kasih banyak telah diberi ajaran mencintai napas dan momen saat ini.
Tulisan ini sebenarnya juga sudah disinggung pada artikel sebelumnya. Tapi tidak masalah jika kita membahasnya kembali.
Di dalam hidup ini, kita selalu butuh analogi. Mencintai napas dan merasakan sensasinya menjadi poin penting di dalam meditasi. Sebelum meditasi, seperti halnya kutipan dari Master Guojun Fashi, napas adalah sahabat kita. Napas selalu datang ke dalam hidup kita. Napas menghampiri kita tanpa perlu tahu apakah kita balik memberi perhatian kepadanya atau tidak. Napas adalah simbol ketulusan.
Oleh karenanya, jika kita ingin fokus, maka sederhanya adalah perlakukan napas sebagaimana kita memberi kasihsayang kepada orang yang kita istimewakan. Dengan langkah ini, perlahan-lahan kita akan masuk ke dalam diri kita sendiri. Hingga jiwa yang semula berkelana, kembali menyatu.
Sebagai penutup, semoga teman baru yang sedang melepas jiwanya itu, segera diperkenankan kembali. Sebab tidak ada tempat terbaik kecuali wilayah di mana kita ditempatkan hari ini. Sebab tidak ada waktu terbaik kecuali momen yang kita rasakan saat ini. Sebab tidak ada yang lebih membahagiakan, kecuali jika kita mampu membuka pintu untuk diri sendiri.
Kun Haitsu Aqomakallah! Berposisilah sebagaimana Tuhan menempatkanmu. Jika lepas justru menyakitkan, kenapa kita tidak mencoba untuk merangkul jiwa ini?
Yogyakarta, 12 Desember 2013
Tags: ,

Written by

Penulis buku, tinggal di Yogyakarta. Twitter: @Naqib_Najah

  • Punya Materi Bagus Tapi Tidak Ada Waktu Menulis!

    Banyak dosen yang tidak mempunyai waktu untuk menulis, padahal, mereka punya materi yang sangat bermanfaat.

  • Saya menulis buku biografi!

    Saat ini buku sudah dilirik sebagai media dokumentasi hidup yang sangat positif. Anda butuh penulisan biografi?

  • Berapa Biaya Hidup di Jogja? (Feature Radio)

    Ini dia pertumbuhan biaya hidup di kota pelajar ini. Pengin tahu lebih lanjut?

  • Jogja Kian Macet! (Esai Foto)

    Januari 2014 lalu saya beserta tim membuat esai foto menyoroti pembangunan hotel dan tingkat kemacetan....

  • Pengin Bikin Iklan Produk dalam Bentuk Video? Murah Kok!

    Iklan dengan bentuk video ternyata terkesan beda. Banyak orang melakukan hal ini, tapi... berapa sih biayanya?

 

Paraqibma Video Project


Layaknya anak-anak seusianya, Akila sering menemukan masalah saat proses belajar. Mulai dari susah diminta mengerjakan PR, hingga kejenuhan dengan sistem belajar.

Apa yang terjadi pada Akila selanjutnya? Simak video iklan berikut: Quamon, mini project by Paraqibma.

Artikel Bisnis


Dizipoint menjadi jembatan antara pebisnis dan pasar online. Selain plaza online, Dizipoint juga menyediakan artikel-artikel bisnis bagi pengunjung.

Saya menulis artikel-artikel bisnis untuk plaza online tersebut. Silakan login di sini untuk membaca artikelnya.

New Aquarich (Coming Soon)

Copyright © New Paraqibma | Designed by Templateism.com