Jumat, 14 Agustus 2015

Nelayan, Ibu dan Rumah Harapan II (Sabit)

Share & Comment

Bulan sabit masih sama seperti kemarin. Tidak ada sesuatu yang bulat dan terbentuk begitu saja. Purnama yang utuh toh bermula dari sabit yang runcing.

Itu adalah kalimat Ibuk yang masih kukenang hingga sekarang. Tidak hanya sabit, melaut pun demikian. Tidak ada jaring terpenuhi ikan cuma-cuma. Tidak ada sampan sampai di tengah lautan tanpa usaha untuk mendayungnya.

Memenuhi sebuah kehangatan pun begitu. Butuh sebuah pertemuan, butuh ketepatan memilih perempuan serta dan kemauan saling menerima.

Setelah lepas dari perempuan bermata sayu, satu lagi yang ingin aku ceritakan kepadamu adalah perempuan dengan abjad Y sebagai huruf depannya. Kami bertemu memang karena butuh. Aku butuh orang yang mau aku kasihi, dan aku yakin, dia butuh seseorang yang mau mengasihi.

Tapi hati punya bahasa sendiri, dan cinta tidak sesederhana karena butuh saja. Lebih dari itu, kami adalah tamu dan pemiliki rumah. Aku bertamu kepadanya. Berulangkali mengetuk hidupnya dengan sapaan, "Apa kabar? Foto kamu cantik." Atau sekadar memanggil namanya tanpa tujuan pasti. Aku suka cara dia menjawab yang kadang terkesan centil. Aku juga suka cara dia berlaku sok cantik meski sebenarnya cantik juga.

Meski beberapa kali mengetuk ruang hidupnya, tidak kemudian pintu terbuka dan aku masuk ke dalam ruang tamunya. Saat itu aku memilih, "Cinta tidak lebih dari candu. Sedangkan candu siap menjeratmu sebelum kemudian mengirim rasa sakit saat kamu kehilangannya."

Aku belum mau mencintai seseorang. Hingga suatu hari, aku berkata jujur, "Aku nelayan yang butuh waktu untuk pulang. Menikmati kehangatan rumah, sambil bercengkerama dengan seseorang di mana hati sudah memilihnya sebagai yang istimewa. Aku punya banyak cerita tentang laut, gelombang, ikan-ikan dan indahnya purnama di laut lepas. Aku butuh seseorang yang mau mendengarkan."

Setibanya kalimat itu, pintu ruangnya mulai terbuka. Dia mengizinkanku masuk, dengan langkahku yang masih berhati-hati. "Aku tidak mau sakit lagi," ucapku. Tapi, apa daya hati kadung ingin menikmati kehangatan.

Mula-mula aku meminta duduk di teras ruangnya. Itu saja, tidak lebih. Aku belum berani masuk lebih dalam, toh di teras saja aku sudah menikmati canda perempuan dengan gesture yang menggelitik. Dia bercerita panjang. Tentang lelaki rajin ibadah yang pernah ada dalam hatinya, hingga lelaki Kota Kembang yang sempat membuatnya mengapung di tengah lautan rasa.  

Akhirnya aku masuk lebih dalam lagi. Aku menghuni ruang tamunya. Dan cerita-cerita pun berlanjut. Tentang Mamah-Papah, baju yang dia suka, sampai musik yang sering ia dengar saat suntuk. Ibuk, perempuan ini sangat berbeda. Tidak ada selera dan kebiasaan yang sama antara aku dan dia. Tapi percayalah, dia perempuan yang sama-sama polos sepertimu. Perempuan dengan ketulusan hati, serta kemaunan untuk memperbaiki diri. Dari sini, aku menemukanmu dalam dirinya.

Jika ada orang yang pernah bilang, cinta itu susah dijelaskan, maka aku segera membantahnya. Aku bisa menjelaskan kenapa tiba-tiba aku betah di ruang tamunya. Kenapa kemudian aku mau hidup di sana lebih lama. Lalu, kenapa juga aku ingin merajut kehangatan dari ruang ini. 

Semuanya bisa aku jelaskan, Ibuk. Bahwa rasa cinta yang selama ini aku tanam, adalah cinta seorang nelayan yang bahagia karena mendapati perempuan yang mau berbagi kisah dengannya. Bahwa rasa cinta yang dirasakannya, adalah karena hadirnya kawan baru yang membuatnya tidak perlu berbasa-basi, "Kalau memang nelayan lusuh, ya katakan lusuh saja." Dia mau menerima, pun, kita sedang belajar bersama.

Dari sini, setiap hari mencintainya adalah doa. Harapan-harapan terajut, "Kalau sekarang kebahagiaan ini mengalir begitu deras, lancarkanlah sumber mata air kami sehingga bisa terus saling mengasihi." 

Sama seperti sabit, hubungan kami masih sebatas hitungan hari. Kami sabit yang sebisa mungkin sampai pada masa purnama. Wah, purnama. Kami sangat menanti waktu itu. Di masa itu, kebahagiaan akan membuncah. Waktu di mana aku mencintainya dan memilikinya tidak sebatas kekasih saja. Lebih dari itu, dia pemilik rumah harapan yang nantinya melahirkan harapan-harapan baru dalam hidupku: malaikat-malaikat kecil yang akan menjadi penerus mimpi kami di kemudian hari. 

Di tengah perjalanan menuju purnama, kami yang sabit harus saling merajut rasa yakin. Apa iya kami bisa sampai purnama jika keyakinan saja tidak ada? Tapi merajut keyakinan ternyata sama sulitnya seperti merajut rasa kasih dalam diri seseorang. Dan sepanjang perjalanan menuju purnama ini, kisah-kisah akan terus berlanjut, Ibuk. Aku tetap akan menceritakannya kepadamu.

Dan kini, sabit di laut lepas sudah mulai turun. Subuh hendak menjelang, aku kemasi jaring, dan ikan-ikan tak kunjung nyangkut di dalamnya. Aku pulang dulu, Ibuk.

Jakarta, 14 Agustus 2015

(Berlanjut ke Nelayan, Ibu dan Rumah Harapan III)
Tags:

Written by

Penulis buku, tinggal di Yogyakarta. Twitter: @Naqib_Najah

  • Punya Materi Bagus Tapi Tidak Ada Waktu Menulis!

    Banyak dosen yang tidak mempunyai waktu untuk menulis, padahal, mereka punya materi yang sangat bermanfaat.

  • Saya menulis buku biografi!

    Saat ini buku sudah dilirik sebagai media dokumentasi hidup yang sangat positif. Anda butuh penulisan biografi?

  • Berapa Biaya Hidup di Jogja? (Feature Radio)

    Ini dia pertumbuhan biaya hidup di kota pelajar ini. Pengin tahu lebih lanjut?

  • Jogja Kian Macet! (Esai Foto)

    Januari 2014 lalu saya beserta tim membuat esai foto menyoroti pembangunan hotel dan tingkat kemacetan....

  • Pengin Bikin Iklan Produk dalam Bentuk Video? Murah Kok!

    Iklan dengan bentuk video ternyata terkesan beda. Banyak orang melakukan hal ini, tapi... berapa sih biayanya?

 

Paraqibma Video Project


Layaknya anak-anak seusianya, Akila sering menemukan masalah saat proses belajar. Mulai dari susah diminta mengerjakan PR, hingga kejenuhan dengan sistem belajar.

Apa yang terjadi pada Akila selanjutnya? Simak video iklan berikut: Quamon, mini project by Paraqibma.

Artikel Bisnis


Dizipoint menjadi jembatan antara pebisnis dan pasar online. Selain plaza online, Dizipoint juga menyediakan artikel-artikel bisnis bagi pengunjung.

Saya menulis artikel-artikel bisnis untuk plaza online tersebut. Silakan login di sini untuk membaca artikelnya.

New Aquarich (Coming Soon)

Copyright © New Paraqibma | Designed by Templateism.com