Kamis, 09 Januari 2014

Mau Dibawa Ke mana Nasib Jogjaku Ini? (Denyut "NgayogJakarta, Ini Jogja Apa Jakarta?")

Share & Comment
Sahabat saya satu ini sengaja saya minta untuk menulis tentang "NgayogJakarta, Ini Jogja Apa Jakarta?". Sebuah proyek iseng-isengan (dalam bentuk foto, artikel, video) yang menyoroti transformasi Jogja, dari mulai macet hingga maraknya pembangunan gedung.

Sahabat saya ini cukup kritis, harapannya, semoga tulisan di bawah ini mampu menjadi refleksi tersendiri.
_____


Ditulis oleh Djito atau akun FB Mbokdhe Wagiyah Permatasari

Aku bingung mau dibawa ke mana kota ini. Kultur budaya yang njawani, lugu, sederhana, tepa selira, biaya hidup yang murah dan berbagai berita positif lainnya telah berubah menjadi kultur metropolis yang modern, aeng-aeng, kemewahan, individualis dan bahkan 'nggilani'. Kita ambil contoh saja sekarang kawasan Seturan sampai Babarsari. Dulu awal 80-an kawasan itu masih berupa sawah dan kebun singkong, jalanan masih berdebu tapi kini apa yang kita lihat? Banyak sekali tempat hedonis dengan budaya kapitalis di kawasan ini. Itu dirasa belum cukup karna sebentar lagi akan hadir superblok apartemen plus mall lengkap dengan cinema dan bookstore dan seabrek fasilitas lain.

Sampai-sampai kalau kita melintas atau berlama-lama di situ kita seperti berada di Kelapa Gading Jakarta. Benar-benar mencengangkan!

Belum lama ini aku baca di Tribun Jogja yang memberitakan bahwa para investor adu cepat bangun Mall di Jogja, kenapa harus adu cepat? Emang mengejar apa? Seperti dikejar deadline saja! Kalau kita perhatikan belakangan ini, pembangunan mall, hotel, supermarket dan ruko memang sangat marak di Jogja, khususnya Kodya dan Sleman. Seolah olah kota ini kekurangan mall dan hotel, ya mungkin lama lama konsumen juga yang di untungkan karena terjadi perang tarif. Padahal sebenarnya hotel hotel itu hanya mencapai okupansi saat liburan saja sedangkan hari biasa lebih terlihat melompong. Pun begitu dengan mall, jaman dulu mall itu cuma satu yaitu Mall Malioboro di awal-pertengahan tahun 90-an. Terus Toko Ramai juga 'di upgrade' menjadi mall disusul dengan Galeria, hingga awal tahun 2000an mall di kota ini tidak bertambah. Sebuah langkah tegas. Hanya saja, mulai pertengahan tahun 2004 muncul mall Jogjatronik yang kemudian kemudian disusul Saphir Square dan mall yang katanya terbesar seJateng-DIY, Ambarukmo Plaza.
Pada tahun 2013 mulai deh mall menjamur di kota ini walaupun masih dalam pembangunan. Mall-mall itu meliputi Jogja City Mall, Hartono Lifestyle Mall, Sahid Yogya Lifestyle Mall, Jogja Town Square dan Jogja Lippo Mall. Belum lagi minimarket, supermarket & hipermarket yang makin menggila. 

Pernah aku 'nylethuk' sama temanku: ayo kamu jagoin mana aja? Ini adalah pertarungan 'Head to Head' karena letaknya berdekatan dan nggak sampai hitungan kilometer. 


Malah bisa dibilang bersebelahan. Contoh Indogrosir vs Hypermart Joci Mall, Giant Godean vs Mirota Godean vs Superindo jatikencana, Superindo Jakal vs Mirota Pasaraya, terus Careffour Amplaz vs Hypermart Lippomall Jogja, ditambah lagi Careffour Maguwo vs Lottemart Maguwo, di jalan Urip Sumoharjo ada Giant vs Superindo vs Gardena, belum lagi Alfamart vs Indomaret dipenjuru kota ini. Inikah Jogjaku yang sekarang?
Mataram City, sumber foto: website resmi Mataram City

Para investor sebenarnya menanamkan modal mereka hanya untuk menggencet warga asli. Bayangkan saja, dengan berkedok kost-kostan mahasiswa mereka membuat kondotel/apartemen dengan iming-iming 'investasi'. Mereka (para investor) yang dari luar Jogja berbondong-bondong berburu surge kota ini sehingga warga asli terpinggirkan dan hanya gigit jari. 
Mau dibawa ke mana nasib Jogjaku ini? Diujung tulisan ini, aku cuma bisa berharap ketegasan pemerintah kota. Tegas untuk tidak menyerahkan Jogja begitu saja. Ini Jogja yang berhati nyaman, bukan Jogja yang sesak dan padat. 
______
Untuk melihat apa itu proyek "NgayogJakarta, Ini Jogja Apa Jakarta?" lebih dekat, bisa simak behind the scene part I dan II-nya.

Tags: ,

Written by

Penulis buku, tinggal di Yogyakarta. Twitter: @Naqib_Najah

  • Punya Materi Bagus Tapi Tidak Ada Waktu Menulis!

    Banyak dosen yang tidak mempunyai waktu untuk menulis, padahal, mereka punya materi yang sangat bermanfaat.

  • Saya menulis buku biografi!

    Saat ini buku sudah dilirik sebagai media dokumentasi hidup yang sangat positif. Anda butuh penulisan biografi?

  • Berapa Biaya Hidup di Jogja? (Feature Radio)

    Ini dia pertumbuhan biaya hidup di kota pelajar ini. Pengin tahu lebih lanjut?

  • Jogja Kian Macet! (Esai Foto)

    Januari 2014 lalu saya beserta tim membuat esai foto menyoroti pembangunan hotel dan tingkat kemacetan....

  • Pengin Bikin Iklan Produk dalam Bentuk Video? Murah Kok!

    Iklan dengan bentuk video ternyata terkesan beda. Banyak orang melakukan hal ini, tapi... berapa sih biayanya?

 

Paraqibma Video Project


Layaknya anak-anak seusianya, Akila sering menemukan masalah saat proses belajar. Mulai dari susah diminta mengerjakan PR, hingga kejenuhan dengan sistem belajar.

Apa yang terjadi pada Akila selanjutnya? Simak video iklan berikut: Quamon, mini project by Paraqibma.

Artikel Bisnis


Dizipoint menjadi jembatan antara pebisnis dan pasar online. Selain plaza online, Dizipoint juga menyediakan artikel-artikel bisnis bagi pengunjung.

Saya menulis artikel-artikel bisnis untuk plaza online tersebut. Silakan login di sini untuk membaca artikelnya.

New Aquarich (Coming Soon)

Copyright © New Paraqibma | Designed by Templateism.com