Malioboro tempo dulu |
Kenangan itu begitu membekas, sehingga membuat saya ingin selalu mengulanginya. Maka, setelah bertahun-tahun waktu tersita oleh kesibukan dan tanggung jawab sebagai orang dewasa (baca: bekerja), siang tadi akhirnya saya bisa kembali mengulang nostalgia. Akan tetapi, situasi yang saya temui sungguh berbeda. Tak ada rumput basah untuk duduk bersila. Hujan memang turun deras semalam, namun hanya menyisakan tanah becek serta udara yang panas dan pengap.
Ke mana rumput-rumput itu pergi? Barangkali mati karena terlindas bus-bus pariwisata, atau rusak ketika didirikan panggung-panggung pertunjukan dari stasiun-stasiun televisi ibu kota.
Singkat cerita, rencana nostalgia saya gagal total sebab saya justru berakhir di tangan paramedis setelah sebelumnya kliyengan karena dehidrasi.
Yogya memang telah berubah. Cerita di atas mungkin hanya contoh kecil dari perubahan kota ini.
Perubahan lain yang cukup signifikan di antaranya adalah banyaknya titik-titik kemacetan yang mulai bermunculan pada beberapa wilayah di Yogyakarta. Lagi-lagi ingatan saya jadi bernostalgia ke beberapa tahun silam, ketika bersama Bapak bersepeda di sore hari melewati sepanjang Jalan Malioboro. Kami bersepeda dengan santai, sambil sesekali Bapak menyuruh saya belajar mengeja nama toko-toko di Malioboro. Di sekitar kami, berseliweran orang-orang yang sedang joging. Juga andong dan becak yang mengantar ibu-ibu pulang dari Pasar Beringharjo. Beberapa di antaranya juga mengantar wisatawan berbelanja di Malioboro. Satu dua bus kota melintas.
Suasana seperti itu mungkin sulit untuk kita dapati saat ini, sebab kendaraan bermotor seolah makin banyak saja memadati jalan-jalan di Yogya. Entah, barangkali karena faktor banyaknya pendatang, atau karena makin mudahnya masyarakat untuk membeli kendaraan-kendaraan tersebut dengan sistem kredit.
Yang pasti, kegiatan bersepeda santai seperti yang biasa saya lakukan bersama Bapak tempo dulu tentu tidak bisa dilakukan lagi. Bagaimana bisa kita bersepeda dengan santai di tengah lalu lintas yang ruwet. Beberapa waktu yang lalu saya melihat seorang bapak tukang becak yang diklaksoni mobil ketika beliau sedang terengah-engah mengayuh becaknya, mungkin itu bisa jadi salah satu contohnya.
Suasana Malioboro saat ini. Sumber foto: Diaz Frihantana (Kru NgayogJakarta) |
“Yogyakarta sudah menyerupai Jakarta,” kata teman saya.
Yogyakarta, 15 Januari 2014
***
Apa itu NgayogJakarta? Proyek iseng ini menyoroti perubahan Jogja yang mulai terjangkiti virus kota megapolitan. Dari macet hingga pembangunan gedung. Semiula, proyek ini hanya sebatas tugas Esai Foto. Namun seiring berjalannya waktu, dilanjutkan dengan karya lain dalam bentuk artikel, video (dalam proses), dan foto.
Behind The Scene NgayogJakarta, Ini Jogja Apa Jakarta bisa disimak di sini, dan di sini.