Semakin sering kita berkomunikasi, semakin terbuka
pintu-pintu baru untuk saling memahami.
Korespondensi berarti surat menyurat. Kita berkirim kabar kepada salah seorang sahabat,
begitu pun sebaliknya, ia memberi balasan mengenai kebahagiaan, kesedihan, atau
pencapaian yang ia rasakan di seberang sana.
Pada tahun
1995, ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar, gairah korespondensi bisa
saya lihat lewat sampul-sampul Lembar Kerja Siswa (LKS). Di sampul belakang,
tampil foto dan biodata singkat pelajar dari sekolah lain. Seringnya, hobi yang
mereka cantumkan adalah: korespondensi. Perangko menjadi benda koleksi, diary
menjadi pegangan wajib, majalah gencar menyediakan rubrik yang menampilkan biodata
(berisi hobi, alamat rumah, cita-cita) yang memancing pembacanya untuk saling
berkorespondensi. Bertukar kabar sempat menempati puncaknya sebagai hobi yang
masif.
Surat
menyurat menjawab kebutuhan kita akan berbagi, mengerti, dan dipahami. ColinDexter, penulis asal negeri Ratu Elizabet yang terkenal berkat karyanya, Inspector
Morse (akhirnya diubah menjadi serial televisi ke dalam 33 epiosde dari
tahun 1987–2000), menganggap korespondensi sebagai caranya mengejar
ketertinggalan.
Korespondensi
adalah adegan mengetuk pintu, mengunjungi ‘rumah’, ‘menyapa’, mengenali. Ketika
berkorespondensi, ketika itu juga kita menyewa secarik kertas untuk
mengunjungi kediaman orang lain. Pertama-tama, ia akan mengetuk pintu. Setelah
dibuka, ia kemudian mengudarakan kabar, menyampaikan pesan, dan seterusnya.
Dengan sepenuh etika, secarik kertas tersebut lantas membuat sahabat Anda
berempati, jawaban pun disampaikan.
Pertunjukan
korespondensi diperlihatkan begitu manis oleh Jimmy Hayward. Horton Hears a Who! yang rilis pada
tahun 2008, baru menyadarkan saya arti korespondensi justru pada tahun ini.
Lewat Horton si gajah, dan debu kecil yang menyimpan kehidupan Whoville, saya
tersentak arti maknawi korespondensi antara manusia, mimpi, dan hal-hal kecil
dalam hidup.
***
Apa hal
paling dekat dalam diri kita? Anda bisa menjawab urat nadi. Apa yang paling
dekat dalam diri kita? Anda bisa menjawab Tuhan dengan merujuk salah satu
hadist qudsi. Apa yang paling dekat dalam diri kita? Anda bisa menjawabnya apa saja yang ada di kepala Anda.
Segala yang kita pikirkan memang akan menjadi hal paling
terdekat ketika itu juga. Jika Anda memikirkan hutang, maka hitungan jumlah
rupiah untuk segera dikembalikan akan menjadi hal paling dekat bagi Anda. Jika Anda
memikirkan travelling ke luar negeri, maka bangunan kastel dan cuacan dingin
Milan akan menjadi hal paling dekat bagi Anda. Sebagaimana Horton, hal paling
dekat baginya bukanlah Morton si tikus kecil yang setiap hari menemaninya,
melainkan Whoville, makhluk kecil dalam sebutir debu yang tidak pernah ia
temui.
Ia memang
tidak pernah melihat Whoville. Kedua mata Horton tidak sesakti kedua
telinganya, ia pun hanya bisa mendengar suara Walikota Whoville yang
mengabarkan sedikit kekacauan pada negeri Whoville yang dipimpinnya, negeri
debu. Namun dari kata Help yang ia
dengar, Horton akhirnya terpanggil menjadi sukarelawan akan nasib Walikota
Whoville dengan 97 anak serta rakyat-rakyatnya.
Korespondensi
dalam arti makna pun ditunjukkan dengan begitu bagus oleh Jimmy Hayward. Ia
memvisualisasikan Horton yang rajin berkirim kabar dengan Walikota Whoville,
dengan catatan Horton tidak pernah melihat sahabatnya, namun percaya Walikota
Whoville patut menjadi teman dekatnya. Dalam taraf ini, Jimmy Hayward mengajak
kita kembali ke bentuk korespondesi di masa-masa 95-an, di mana orang berkirim
kabar justru kepada mereka yang tidak pernah ia temui.
 |
Horton dan debu kecil: 'korespondensi' yang menarik. |
Sebab bertukar
kabar mampu membukakan pintu-pintu baru untuk saling memahami, ‘korespondensi’ yang
dilakukan Horton pun membukakan hubungan yang harmonis antar Horton dan
Whoville. Horton (pengirim kabar) dan Walikota Whoville (sahabat dalam ‘korespondensi’)
membentuk satu senyawa. Keduanya menjalin ikatan emosional: Horton berempati
dengan kehidupan Whoville, sebaliknya, makhluk-makhluk kecil itu terus memberi
memberi dukungan supaya Horton sukses menyelamatkannya.
Apa yang
paling dekat dalam hidup Anda? Mimpi barangkali. Bukannya sukses dalam berkarir,
produktif dalam berkarya, dan cita-cita lainnya memakan porsi banyak dalam
waktu Anda?
Sebagaimana
Horton dan Walikota Whoville, Anda dan mimpi Anda adalah dua hal yang senyawa: kawan
dekat, melebihi segala yang setiap hari Anda temui secara kasat mata. Mimpi
tersebut menyisihkan ‘Morton-Morton’ yang kasat mata dan setiap hari menemani
Anda, mimpi (hal yang ada di kepala kita) melebihi teman yang terbaca oleh
kelopak mata.
Maka setiap
hari kita berkorspondensi dengan mimpi tersebut. Mimpi, adalah Walikota
Whoville yang membutuhkan bantuan. Sementara kita tidak lain adalah Horton yang
terpanggil untuk menyelamatkannya. ‘Korespondensi’, aktivitas bertanya kabar
antara kita (penyurat) dan mimpi (sahabat korespondensi) akan membukakan
pintu-pintu baru. Kita menjadi semakin memahami apa yang kita kehendaki, kita
menjadi semakin percaya apa yang kita cita-citakan adalah sahabat terbaik yang
harus segera diselamatkan.
Sebelum
memejamkan mata, Anda berkirim kabar kepadanya, bisa saja mengenai kesulitan
Anda untuk menyelamatkan ‘mimpi’ tersebut, sahabat korespondensi Anda. Lalu
dengan sepenuh empati, mimpi, sahabat korespondensi itu menjawab, “Apakah kamu
tega menelantarkanku dalam kondisi yang belum ‘jadi’?” Pasca mendengarnya, Anda
kembali semangat untuk memperjuangkannya hingga taraf ‘menjadi’. Anda dan mimpi
Anda satu nyawa yang saling berkorespondensi.
Hingga ketika
Anda benar-benar down, dan tidak
melihat jalan untuk memperjuangkan, sahabat korespondensi (mimpi, hal yang ada
di kepala Anda dan tak kasat mata) akan meneriakkan, “We Are Here…. We Are Here….
We Are Here.” Kami di sini, kami di sini, kami di sini, butuh pertolongan, butuh diselamatkan, layaknya Horton ketika
mendapat sandera di tengah perjuangannya menyelamatkan Whoville. Lalu sejauh mana korespondensi Anda dan mimpi Anda? Namun apa pun iu, Anda dan
mimpi Anda, selamat berkorespondensi. Harmonisasi kalian berdua melahirkan
nyanyian We Are Here… We Are Here… We Are
Here di tengah ‘ranjau down’ yang
menyakitkan.
Yogyakarta, 18 Maret 2013
Di tengah teriakkan Jojo dan pasukan Whoville
yang setiap hari setia bernyanyi We Are
Here untuk kedua telinga saya.