Ketika sudah tidak ada kepuasan untuk melihat yang nyata,
lahirlah kecenderungan untuk menghidupi diri sendiri dengan segala yang tidak
nyata.
Pukul tujuh
pagi, ketika semestinya Anda sudah bangun dan siap bekerja, dengan sepenuh peluh Anda akan melirik
hape sambil berbicara kepadanya, “Ini masih terlalu dingin untuk pergi ke kamar
mandi.” Pukul dua siang, ketika rasa capek serasa timpukan buku di bagian
pundak, Anda akan meraih miniatur kartun di meja kerja sambil berbicara, “Hidup
penuh beban.” seraya setengah mengelus kepala miniature tersebut. Ketika tiba pukul
sepuluh malam, jelang menutup mata, Anda meraih bantal guling,
kadang juga boneka, lalu
berkata, “Hei, aku harap besok baik-baik saja.”
Seberapa sering Anda hidup dalam imajinasi dan dunia nyata? Pada jam-jam berapa Anda berbicara dengan benda
mati lalu mengimajinasikannya sesuai karakter yang Anda suka?
Antropomorfisme berasal dari kata anthropos yang
berarti “manusia” dan morphe yang berarti “bentuk”. Mula-mulanya istilah ini lahir pada tahun
1700. Sesuai artinya, antropomorfisme menggambarkan
kecenderungan seseorang untuk memanusiakan benda yang ada di sekelilingnya.
Angin, hewan, tumbuhan, meja kerja, motor yang Anda kendarai, hingga diary yang
menyimpan seribu keluh kesah Anda; jika
Anda suka berbicara dengan benda-benda tersebut, maka jangan marah kalau disebut penganut antropomorfisme.
Saya
mendadak menyukai istilah ini. Robert Zemeckis (Sutradara film Cast Away), Tom
Hanks (aktor utama dalam film Cast Away), dan John Tierney (penulis salah satu
kolom di Science Times yang membedah
film Cast Away), adalah tiga nama yang mengenalkan saya dengan istilah tersebut. Cast Away,
berdasarkan visualisasi Robert Zemeckis, menunjukkan betapa antropomorfisme menjadi demam yang
menyelamatkan manusia dari sifat keterasingannya, dari ketidak terimaannya
terhadap hidup.
***
Nasib Chuck
Noland (diperankan Tom Hanks) sangatlah tidak mengenakkan. Ia yang diutus oleh
perusahaan jasa pengiriman untuk meninjau salah satu cabang di Pasifik Selatan,
mendapat musibah di tengah perjalannya. Pesawat pemuat barang jatuh di tengah
pulau. Chuck Noland satu-satunya orang yang selamat. Bisa dipastikan, beberapa
malam berikutnya ia harus mengutuk waktu dengan kesunyian.
 |
| Antropomorfisme: Chuck Noland berbicara dengan WIlson si bola volley |
Beruntung,
setelah membuka beberapa kardus—satu dari sekian dari kardus pengiriman yang
terselamatkan—Ia mendapati bola volley. Antropomorfisme
pun terjadi. Chuck membentuk
wajah monyet dengan darahnya di atas bola tersebut, ia memberinya nama Wilson.
Ketidakpuasannya
melihat kenyataan hidup: terdampar sendirian di tengah laut, tidak memperoleh
bantuan dari tim penyelamat, membawa Chuck untuk menghidupi dirinya sendiri
dengan imajinasinya. Ia mulai rajin berbicara dengan Wilson si bola volley, ia menemukan semangat berkat
pertemanannya dengan bola volley, ia
menangis luar biasa ketika mendapati Wilson hilang terseret arus ombak.
Jika ada
istilah energy mengikuti imajinasi 1),
maka pada saat itu juga, Chuck mengalami kebenarannya. Dengan berbicara kepada
Wilson, bola volley tersebut, ia
membangun semangat perlahan-lahan. Chuck berjoget-joget ketika mampu menyalakan
api, ia yang semula memutuskan bunuh diri akhirnya mau memperjuangkan hidupnya
untuk keluar dari pulau tak berpenghuni. 1500
hari di pulau itu, tidak lain adalah episode pertemanan Chuck dengan Wilson, episode
antropomorfisme.
***
John Tierney,
seorang kolomnus di Science Times, tertarik
untuk mengungkap kehidupan Wilson si bola volley.
Dengan data-data lengkapnya, John mengutip beberapa pendapat ilmuan dari
Universitas di Chicago dan Harvard yang sengaja membedah film Cast Away dan
kaitannya dengan antropomorfisme.
Tegas mereka:
"Ada korelasi antara bagaimana orang merasa
kesepian dan kecenderungan untuk menggambarkan gadget sebagai manusia.”
Sesuai
dengan uji cobanya, ketika beberapa orang dikondisikan dalam keadaan kesepian,
maka mereka akan menggambarkan bintang piaraan, atau hal apa pun yang
berhubungan dengan pelaku tersebut.
***
Ketika sudah tidak ada kepuasan untuk melihat yang nyata,
lahirlah kecenderungan untuk menghidupi diri sendiri dengan segala yang tidak
nyata. Antropomorfisme mampu
menghidupi manusia dengan hal-hal yang tidak kasat mata di saat mereka jenuh
dengan segala yang nyata.
Chuck menghidupi dirinya lewat Wilson, Anda menghidupi diri Anda lewat boneka, tas yang setia menemani aktivitas Anda, atau laptop yang selalu siap menuliskan ide yang ada di kepala Anda. Wilson, boneka Anda, tas, dan laptop, teman antropomorsime. John Tierney pun memberi nama Wilma untuk komputer pertamanya, dan Odysseus untuk mobilnya.
Jika Chuck mendera antropomorfisme
di tengah kesendiriannya selama empat tahun di tengah pulau, maka itu wajar-wajar saja. Ia memang
terasingkan. Menjadi setengah
tidak sah dan perlu dipertanyakan lagi jika Anda, di tengah kehidupan yang
semakin ingar bingar, masih merasa kesepian dan mendera antropomorfisme.
Selera manusia memang bermacam-macam.
Ada yang suka membungkus ulang kado yang sebenarnya sudah terbungkus, ada juga
yang menerima apa adanya. Jika Anda dalam pilihan pertama, maka boleh saja Anda
membungkus hidup di dalam ‘hidup’. Imajinasi Anda membungkus dunia nyata Anda.
“Kita tidak pernah bisa menebak apa
yang dibawa oleh air pasang,” nasihat Chuck. Maka Anda
tidak akan tahu apa yang dibawa imajinasi Anda esok hari.
Masih mungkin, berkat imajinasi Anda, ‘air pasang’ esok hari membawakan kado sesuai
bayangan Anda. Teruslah berimajinasi. Hingga suatu saat, layaknya Chuck yang berterima kasih akan imajinasinya (baik
tentang Wilson si bola volley atau bayangan
Kelly, pacarnya), Anda akan berterima kasih juga kepada imajinasi Anda. 'Makhluk-makhluk kecil' yang menghuni kerajaan sepi. Lalu jika harus
bertanya, maka seberapa lama Anda menyelami imajinasi dan bertapak pada
kenyataan?
Menghitung prosentase keduanya akan membuat memperjelaskan apakah Anda sudah sangat kompleks dengan antropomorfisme atau baru gejala saja.
Yogyakarta, 11 Maret 2013
Hujan pagi hari, antropomorfisme
mendera.
1) Salah satu kutipan favorit dari Albert Einstein