Sebab
hidup tidak harus berakhir dengan raihan, maka Anda sah memuji orang-orang
hebat yang tidak banjir trofi namun mempunyai tabungan pujian yang cukup tebal.
Bagaimana
mengukur sebuah pencapaian pada diri seseorang? Apa neraca yang tepat untuk
menimbang nilai “greatness” dalam hidup kita? Apakah seseorang akan dikatakan
hebat ketika trofi-trofi berdiri gagah di lemari ruang tamunya?
Michael
Jordan dan James Lebron saling melempar pendapat tentang hal tersebut. Pebasket
beda generasi ini seolah sedang dipertemukan dalam satu partai, baik Jordan
maupun Lebron menunjukkan tajinya sebagai super stars NBA.
Mula-mulanya
Jordan berkata, pencapaian adalah ketika seseorang meraih gelar juara. Berapa
kali seseorang merebut trofi, maka di situlah dunia akan menaruh hormat
kepadanya. Sehebat apa pun Anda, selagi miskin trofi, tidak akan bisa
mengungguli mereka yang sudah mengantunginya berulangkali. Michael Jordan
pun menyebut nama James Lebron. Jordan mengakui kehebatan pria satu ini, namun
apa pun kehebatan Lebron tetap ada di bawah kaki Kobe Bryant yang sudah lima
kali meraih gelar juara.
“If
you had to pick between the two, that would be a tough choice, but five beats
one every time I look at it, and not that he [LeBron James] won’t get five, he
may get more than that, but five is bigger than one,” tegas
Jordan kepada Yahoo Sport.
Dengan
kalimatnya itu, sebenarnya Jordan sedang melempar boomerang, sebelum kemudian
alat tajam itu melukai dirinya sendiri.
James Lebron telah menyihir boomerang Jordan untuk mengenai muka legenda NBA
itu. Ia meniup kalimat yang megusir alat tajam kiriman Jordan untuk kembali ke
tuannya.
“Menurut
saya, ada banyak hal untuk mengukur kehebatan seseorang. Meraih gelar juara
tidaklah satu-satunya patokan untuk menilai hal itu. Jika arti pencapaia
disandarkan pada trofi, berarti Bill Russel (sebelas kali jaura) lebih hebat
dari Jordan. Saya tidak mengatakannya demikian. Bahkan Robert Horry (yang tujuh
kali juara) juga harusnya lebih hebat dari Jordan. Tapi saya tidak berpendapat
seperti itu.”
Sebagai
penutupnya, ia juga mengatakan, Jud Buechler yang tiga kali juara NBA tidak
akan mengungguli Charles Barkley yang tidak pernah meraih gelar juara.
Sebab
hidup tidak harus diakhiri dengan banyaknya trofi, sebab itu juga Lebron
mengenal arti intangible asset. Lebron menghargai betul aset-aset yang
tidak terlhat dalam diri seseorang. Sementara Jordan berpendapat sebaliknya.
Topik
pelemparan boomerang dari Jordan menuju Lebron dan kembali ke Jordan lagi ini
membawa saya ke dunia Steven Gerrard dan Michael Carrick. Dalam neraca
perbandingan yang setengah anekdot, saya menganggap Gerrard tidak bedanya
Lebron. Keduanya bertemu pada dunia yang sama: pemain-pemain hebat kaya pujian
namun minim trofi.
Menjelajah
Premier League sejak tahun 1997, mengemas lebih dari 400 caps, kenyataannya
Gerrard tidak pernah mengangkat gelar Liga Inggris. Malang betul nasib sang
kapten, ia yang mempunyai tabungan pujian cukup tebal, ternyata tidak pernah
mendapati dokumentasi foto yang menunjukkan dirinya bersorak ceria dengan torfi
Liga Inggris di antara kedua tangannya.
Tebal
pujian namun miskin trofi Premier Laague,
demikianlah Gerrard. Sementara kawan senegaranya, Michael Carrick telah
ongkang-ongkang lantaran pernah mencicipi trofi itu hingga empat kali (2006-07,
2007-08, 2008-2009, 2010-2011). Sejak bergabung dari Spurs ke Man. United tahun
2006, Carrick boleh dibilang sudah mencicipi banyak trofi. Dari Liga Champions,
FA, Community Shield, hingga Liga Inggris. Carrick selangkah lebih ke depan
dibanding Gerrard dalam hal trofi.
Jika
saya berlagak seperti Lebron, maka saya akan bertanya, “Apakah Anda setuju
untuk mengatakan Gerrard kalah hebat dibanding Carrick?” Pertanyaan seperti
ini tidak bedanya, “Apakah orang-orang yang bertrofi banyak, memperoleh
penghargaan berulang-ulang, memenangi perlombaan lebih dari sekali, lebih hebat
daripada mereka yang biasa menuai pujian namun minim akan eksistensi (dalam hal
pencapaian)?”
Bagaimana
mengukur kehebatan seseorang? Bagaimana membuat standar penilaian untuk
mengartikan sebuah “greatness”?
Dari
Lebron, Gerrard, hingga Jordan, Kobe Bryant dan Carrick, kita akhirnya
mengantungi dua istilah berseberangan: tangible asset dan intangible
asset. Mana yang lebih berharga dalam hidup Anda, diri Anda sendiri yang
tahu. Kalau pun Anda lebih memprioritaskan pilihan pertama, maka kejarlah. Toh
akhirnya Van Persie melakukan anjuran ini. Ia pergi dari London ke Manchester
untuk tidak hanya kenyang pujian saja, melainkan juga meraih tangible-tangible
asset yang membuatnya lebih diakui dunia.
Lalu
kalau pun Anda miskin trofi, apa salahnya Anda me-lingling pujian-pujian
yang sudah orang layangkan kepada kita? Asal pujian-pujian itu tidak menjadikan
Anda menggali lubang untuk kematian diri sendiri.
Maka
Sebab hidup tidak harus berakhir dengan raihan, Anda sah-sah saja memuji
orang-orang hebat yang tidak banjir trofi namun mempunyai tabungan pujian yang
cukup tebal.
Yogyakarta,
24 Februari 2013
1.
Pada tanggal 17 Feb. Michael Jordan ulang tahun. Ini adalah kado untuknya,
sebagai sesame Aquarius dan Agen Neptunus.
2.
Pandji Pragiwaksono, dengan sudut pandang berbeda juga mengurai topik Jordan
dan Lebron dalam blognya www.pandji.com.