Apa tajuk paling tepat untuk hidup ini kecuali adalah jebakan.
Kalau Anda
suka menganggap hidup sebagai permainan, maka bergabunglah dengan Charles
Buxton. Ia anggota parlemen dan juga seorang penulis. Charles yang hidup dalam
kurun 18 November 1823 – 10 Agustus 1871, memberi tajuk akan hidupnya sendiri
layaknya permaian, seperti catur: siapa yang berpikir panjang dialah yang
menang.
Bilamana Charles
masih hidup, barangkali saya akan bertanya, “Kenapa harus berpikir panjang, Uncle Charles?” Tapi dia sudah
mengakhiri riwayat hidupnya di era jauh sebelum kelahiran saya.
Uncle Charles mengajak saya begitu pun Anda menjadi orang yang panjang pikir. Satu
langkah ke depan, belum tentu berarti kemajuan. Sedetik kebahagiaan yang Anda
rasakan, bisa-bisa berarti kesedihan. Jangan
merasa nyaman sedetikpun, nasihat Uncle
Charles.
Ajaran untuk
berpikir panjang, ternyata juga disampaikan oleh David Magee. Lewat novel Life of Pi (2001) yang kemudian sukses
divisualisasikan Ang Lee dengan penuh magic:
ia sutradara pertama dari Asia yang menggondol dua piala Oscar Academy Award,
cerita dalam novelnya memantrai saya pelan-pelan, untuk tidak merasa nyaman dengan hidup yang saya rasakan.
Jika saya
peserta hipnoterapi lalu Ang Lee sebagai terapisnya, barangkali satu kalimat
yang sering ia udarakan adalah:
“Berhati-hatilah….”
“Berhati-hatilah….”
“Berhati-hatilah….
Sebab hidup adalah ranjau.”
Tidak setiap
kemasan yang membahagiakan berakhir dengan kebahagiaan pula. Tidak setiap pertolongan berakhir dengan
keselamatan. Pi (atau dengan nama panjang Piscine Molitor) merasakan betul
hal itu….
 |
Pulau dalam Life of Pi |
Berminggu-minggu
di tengah laut setelah tragedi karamnya kapal Tsimtsum, Pi akhirnya
menemukan pulau kecil. Anda yang sudah nonton filmnya, akan berkata,
“Benar-benar dahsyat nih pulau.”
Berdiri di
atas hamparan rumput laut, dengan pohon-pohon yang menjulang, mata Pi dibuat
terpana. Bukan karena kecantikannya saja, melainkan juga pertolongan yang
diberikan: di sinilah ia bisa rehat, mengistirahatkan tulang-tulang yang begitu
capek setelah melawan ombak dengan bekal sekoci kecil saja.
Pi masuk ke
pulau itu, menikmati rumput laut untuk mengisi perutnya, menaiki pohon untuk
menghindari udara laut yang gersang.
Semula ia
merasa nyaman, ini adalah pertolongan Tuhan,—Tangan Tuhan sedang turun, menggapai hamba kecil yang dulunya begitu
murka. Namun kenyataannya, pulau
yang di pagi hari berperan protagonist itu berubah menjadi antagonis. Di
saat malam, air tawar berubah menjadi zat asam. Terdapat gigi manusia di
dedaunan pohon yang ia singgahi, Pi menyimpulkan, pulau yang semula adalah
penyelamat, ternyata tidak akan menyelamatkan dirinya. Sebaliknya, ia akan
celaka jika berlama-lama hidup di dalamnya.
Setelah
terjadinya episode penyelamatan,
episode hidup berikutnya adalah tuntutan. Jika
Anda tidak memahami tuntutan itu, maka episode penyelamatan pertama akan
berubah menjadi jebakan.
Saya saat
ini bekerja sebagai penulis. Begitulah profesi konkrit saya. Saya yang penulis,
saya yang juga karyawan. Saya salaryman, orang
yang digaji perbulan.
Jika menarik
episode hidup saya hingga 5 tahun sebelumnya, maka profesi satu ini (karyawan, salaryman) adalah sebuah pertolongan.
Saya tertolong: menjadi staff redaksi (salaryman)
salah satu penerbit Yogyakarta dari Januari 2010 hingga Oktober 2011 membuat
saya naik kasta. Saya menemukan karir dalam skala professional. Hingga di bulan
kedua tahun 2013, saya tetap manusia dengan tajuk tertolong gara-gara status salaryman-nya.
Ibarat kata,
saya dulunya mengarungi hidup dengan sekoci saja, medannya berombak, yang tentu
sangat menghabiskan tenaga. Maka bertemu pulau bernama salary island membuat saya sedikit bernapas lega. Saya bisa
merancang sedikit demi sedikit masa depan saya (termasuk rencana kuliah tahun
ini). Namun di sisi lain, saya juga menemui ancamannya.
Pulau bernama salary island diam-diam ternyata adalah pulau beracun. Jika
bertahan dengan polanya, Anda akan terperosok dalam bentuk hidup yang salah.
Bukan selamat, malah Anda yang menghadapi kiamat lebih cepat.
Seberapa pun
speed Anda sebagai seorang karyawan,
tetap kalah dengan speed kebutuhan
hidup Anda, demikian nasihat pelaku wirausaha. Saya hanya mendengarkan, walau
pun diam-diam juga terbawa motivasi menjadi wirausaha.
Barangkali
hari ini saya memang diselamatkan salary
island, sebagaimana Pi yang diselamatkan pulau penuh meerkat. Seberacun apa
pun pulai ini, tidak pantas saya dan Pi mengutuknya. Tidakkah saya dan Pi telah
tertolong “rumput laut” sehingga perut saya ada isinya. Tidakkah saya dan Pi
telah menikmati keindahannya yang membuat saya (dan Pi) rehat dari
bayang-bayang ombak dan badai.
Maka saya
hanya bisa mengingat Uncle Charles
yang terus meminta saya (begitu pun juga Anda) untuk berikir panjang dalam
hidup ini. Supaya permaian catur Anda menang, supaya hidup Anda menang. Sebab
bagaimana pun, hidup ini penuh dengan jebakan.
Jika Anda
masih karyawan, ya jalani saja. Sambil terus berusaha untuk menemukan
pulau-pulau penyelamat berikutnya.
Yogyakarta, 4 Februari 2014
With Glory-glory Man. United Song.
Twitter: Naqib_najah
FB: Naqib Najah