Senin, 21 Januari 2013

Lensa Blur John O’Shea dan Ryan Bertrand: Hidup itu Pilihan

Share & Comment
Kalau satu pedang saja cukup membuatmu melibas musuh, kenapa harus memegang pedang-pedang lainnya.
Kalimat di atas bisa kita anggap sebagai eufemisme, ucapan halus, pengganti genggam satu hal saja,tidak perlu banyak-banyak. Anjuran sederhana untuk mempunyai satu hal saja namun menjadi personal branding daripada memiliki banyak hal namun mengaburkan identitas diri.

Ryan Bertrand kembali bermain dalam laga Minggu (20/01/13). Ia turun ke lapangan saat Chelsea sukses memanaskan jantung Arsene Wenger yang sebenarnya sedang kedinginan: salju memutihkan Stamford Bridge semalam. Betrand memang terbiasa masuk ketika pertandingan sudah memasuki puluhan menit. Ia bukan pilihan utama, namun solusi kekosongan skuad.

Cerita tentang Bertrand sama halnya dengan kisah John O’Shea ketika masih berbaju Setan Merah. Keduanya bertemu dalam neraca sama-sama pemain yang sering diplot pelatih untuk menempati posisi di luar kebiasaannya. Walau pun O’Shea jauh lebih mempunyai keberuntungan ketimbang pemain muda Chelsea itu.

Kodrat O’Shea yang dilabeli pemain pencicip berbagai macam posisi akhirnya membawanya memperoleh pujaan. Para pecinta ‘Setan Merah” memujinya sebagai pemain dengan loyalitas tinggi. O’Shea mampu berperan dan pernah mencicipi posisi sebagai bek sayap, gelandang bertahan, winger, goalkeeper, bahkan pada musim 2007/2008 pernah diplot sebagai striker. Namun apakah kemampuan mencicipi segala posisi tersebut mempertahankan karirnya di Old Trafford?

John O'Shea Manchester United

Kalau satu senjata saja cukup membuatmu bertahan menjalani peperangan, maka sebenarnya hidup ini tidak butuh banyak keahlian untuk mencapai sebuah kesuksesan. Kisah tentang Ryan Bertrand dan O’Shea mengantarkan saya pada sebuah nasihat.

Tiga bulan pasca resign dari penerbitan lama, saya mendapat kesempatan chatting dengan CEO publishing tersebut. Lewat perantara Yahoo Messanger, saya bercerita perihal ketertarikan saya dengan dunia programming. Saya mencontohkan salah satu CEO yang tidak hanya tekun di dunia penulisan, namun juga ahli di bidang pemograman. Rasa salut saya terletak pada kemampuan organisasi otak CEO satu ini. Antara menulis dan pemograman adalah dua dunia yang saling bersebelahan. Satunya menghuni otak A, satunya menghuni otak B. Namun ia bisa melakukan kedua-duanya.

Hidup menuntut sebuah peningkatan, begitu tandas saya. Peningkatan finansial, juga peningkatan skill. Jika sebelumnya hanya memiliki satu pedang saja, maka bolehlah saya mencari pedang berikutnya. Atau, jika O’Shea yang semula hanya pandai dalam trik defending, maka pada pecan berikutnya ia harus pandai trik attacking, lanjut pikir saya.

Namun di tengah aktivitas chatting itu, mantan bos penerbitan saya itu justru memberi nasihat simple. Tulisnya, “Untuk sukses kita tidak harus mempunyai banyak skill.” Saya membacanya cermat. Sebelum ia lanjut mengingatkan, yang punya banyak skill justru berpotensi kehilangan identitas diri.

Alex Ferguson dan Rafael Benitez akan mengamati pemainnya dalam kesehariannya. Semakin ia tahu kebiasaan skill habit-nya, maka ia pun semakin paham jati diri pemain tersebut. O’Shea dan Bertrand adalah pemain yang mampu mencicipi berbagai macam peran, namun untuk menempati posisi bek sayap kiri, Rafa mungkin lebih memercayakan nama Ashley Cole. Selain karena mobilitas, juga pertimbangan identitasnya yang jelas-jelas seorang left-back sejati.

Jika Anda penulis, maka tetangga Anda akan meminta pendapat Anda tentang judul skripsi anaknya. Jika Anda seorang penjahit, maka sahabat Anda akan mendatangi Anda untuk membetulkan sobekan bajunya. Dan sudah menjadi hukum wajar, seseorang mudah ingat satu profesi saja. Sebaliknya, banyaknya profesi justru mengaburkan jati diri Anda.

Maka menjadi sebuah pilihan, untuk hidup sebagai O’Shea yang mendapat pujaan fans akan fleksibelitas posisinya (namun tidak terlalu menjadi pilihan pelatih), atau menempati satu posisi saja namun semua orang tahu itulah identitas Anda.

Yogyakarta, 21 Januari 2013
Twitter: @naqib-najah
FB: naqib najah
Kompasiana: http://www.kompasiana.com/naqibnajah
Tags:

Written by

Penulis buku, tinggal di Yogyakarta. Twitter: @Naqib_Najah

  • Punya Materi Bagus Tapi Tidak Ada Waktu Menulis!

    Banyak dosen yang tidak mempunyai waktu untuk menulis, padahal, mereka punya materi yang sangat bermanfaat.

  • Saya menulis buku biografi!

    Saat ini buku sudah dilirik sebagai media dokumentasi hidup yang sangat positif. Anda butuh penulisan biografi?

  • Berapa Biaya Hidup di Jogja? (Feature Radio)

    Ini dia pertumbuhan biaya hidup di kota pelajar ini. Pengin tahu lebih lanjut?

  • Jogja Kian Macet! (Esai Foto)

    Januari 2014 lalu saya beserta tim membuat esai foto menyoroti pembangunan hotel dan tingkat kemacetan....

  • Pengin Bikin Iklan Produk dalam Bentuk Video? Murah Kok!

    Iklan dengan bentuk video ternyata terkesan beda. Banyak orang melakukan hal ini, tapi... berapa sih biayanya?

 

Paraqibma Video Project


Layaknya anak-anak seusianya, Akila sering menemukan masalah saat proses belajar. Mulai dari susah diminta mengerjakan PR, hingga kejenuhan dengan sistem belajar.

Apa yang terjadi pada Akila selanjutnya? Simak video iklan berikut: Quamon, mini project by Paraqibma.

Artikel Bisnis


Dizipoint menjadi jembatan antara pebisnis dan pasar online. Selain plaza online, Dizipoint juga menyediakan artikel-artikel bisnis bagi pengunjung.

Saya menulis artikel-artikel bisnis untuk plaza online tersebut. Silakan login di sini untuk membaca artikelnya.

New Aquarich (Coming Soon)

Copyright © New Paraqibma | Designed by Templateism.com