Selasa, 31 Juli 2012

Mengeja Jarak (Sedia Ber-Tuhan Enggan Beragama)

Share & Comment
Saya membuka pengertian “jarak” pada situs Wikipedia, pada saat yang bersamaan, kata “fanatisme” juga saya tulis di jendela browser yang berbeda. Dua pengertian dari dua kata tersebut, akhirnya melahirkan unsur Yin dan Yang.

Menghubungkan kata “jarak” sangat berisiko menganggap objek yang kita bahas sebagai sesuatu yang membahayakan. Jarak (dalam hal-hal tertentu) memang sangat mendekati sebuah peringatan. Tidak bedanya awas, dan nada-nada peringatan lain yang mengindikasikan adanya bahaya dari sisi objek. Ada kalimat, “Jaga jarak! Area berbahaya!” atau “Binatang buas, jarak pengunjung minimal 1 meter!” sebagai bukti.

Akan tetapi, saya menyukai deskripsi yang diberikan Wikipedia, bahwa mula-mulanya jarak diperuntukkan sebagai alternatif supaya manusia mampu melihat objek secara lebih terang, jelas, dan tidak samar. Maka ketika saya berbicara tentang jarak di kesempatan kali ini, bukan berarti saya menangkap rasa bahaya dari objek yang saya ceritakan. Justru sebaliknya, saya sedang membahas tentang kebesaran cinta.

Jarak, Kecurigaan, dan Harapan Beragama
Saya sangat percaya atas setiap pergerakan yang terjadi di dunia, baik yang bersifat kasat mata atau pun metafisik. Saya percaya alam ini bergerak mendukung proses kehidupan manusia, begitupun saya meyakini, ada poros yang memerintahkan pergerakan alam itu sendiri. Maka saya pun percaya, itulah poros yang disebut Tuhan. Dan inilah satu-satunya alasan yang mendasari saya untuk tetap ber-Tuhan.—Dia tidak terlihat, namun kepercayaan tetap meninggi, sebab justru kekuatan terbesar sering datang dari sesuatu yang sulit kita lihat: energi.

Keinginnan saya untuk ber-Tuhan, ternyata tidak sebanding dengan kehendak saya untuk beragama. Dalam hal ini, maka sebenarnya sangat kecewa dengan agama saya sendiri. Saya hanya curiga, agama tidak lebih sekadar politisasi pengelompokan. Atau candu, dan itu sangatlah mungkin mengingat dua hal ini (pengelompokan dan candu) sudah menjadi tabiat manusia, untuk berkelompok dan untuk terserang candu.

Saya sangat mencintai Tuhan saya, tapi saya juga menaruh curiga dengan gerakan beragama. Hal-hal kecil yang mendasari saya memunculkan jarak. Lalu lahirlah diri saya yang mulai menjauhi agama, aturan, kiblat.

Bagi saya Islam tidak bedanya agama lain, semuanya mengandung tendensi. Layaknya organisasi, yang selalu menghendaki perekrutan dengan seremoni kampanye keunggulan yang dimiliki.

Saya hanya ingin membentuk cara pandang yang lebih indah. Yakni dengan penerapan jarak itu sendiri. Barangkali hari ini saya terlalu berdiam lama di dalam ‘rumah’, hingga saya tidak menyadari keindahan ‘rumah’ saya sendiri. Maka wajarlah apabila saya keluar sebentar, dengan tujuan untuk mencari sandi-sandi kecil yang merupakan alasan keindahan ‘rumah’ itu sendiri.

Saya yang berjarak, tentu tetap hapal alamat rumah. Dalam proses menjauh ini, tangan saya masih memegang alamat di mana saya harus kembali. Namun mohon maaf, kecurigaan saya tentang agama tadi, tetap mendasari saya untuk tidak beragama sementara. Saya tidak suka proses berkampanye, saya tidak menyukai pengunggulan sepihak. Dan sejauh ini, saya hanya berusaha untuk menjaga ritual-ritual pendekatan, dengan Tuhan. Tanpa peduli lewat tradisi agama mana saya beritual. Ubudiyah pun masuk sebagai salah satu hal yang saya setujui, selain sisi-sisi lain yang saya juga menolak (perihal beragama). Prosesi beribadah bagi saya adalah inovasi cerdas, temuan yang memudahkan manusia untuk mendekatkan diri dengan Tuhannya.

Saya telah mengambil banyak hikmah di balik pembentukan jarak. Saya berharap, keputusan “berjarak dengan agama” ini akan membuahkan hasil, sama halnya ketika saya berjarak pula dengan perempuan satu ini:

Perempuan Matahari
Saya masih suka menyebutnya begitu. Dia perempuan matahari, sekalipun suatu tempo, dia lebih suka memposisikan dirinya sebagai air. Dia lahir antara musik gamelan, lembaran-lembaran buku, dilema hidup, dan ruang sunyi. Saya menulisnya dalam sebuah artikel Perempuan Pemungut Tanda Tanya.

Sejauh ini saya masih menganggap pertemuan dengannya terjadi antara persimpangan dunia fiksi dan kenyataan itu sendiri. Perjamuan khayalan saya menghadirkan sosok perempuan satu ini di pertengahan Desember.

Kami akhirnya berjarak, saa yang tidak bisa menjaga hubungan, saya yang akhirnya tidak dipilih Tuhan untuk di sampingnya. Tapi justru ketika saya menjauh inilah, saya seperti sedang melihat gunung lewat sudut pandang senja.

Dengan berjarak, ternyata saya melihat dia seutuhnya. Harapan yang juga saya tumpukan untuk agama saya: berjarak dan lalu melihat agama saya seutuh-utuhnya. Bukan sebentuk fanatisme yang membuat kalian beriman atau mencintai seseorang dengan cara buta. Dan bagaimana pun, hidup menghendaki keterbelalakan, fungsikan penglihatan kita, lalu jarak membantunya menjadi lebih terang, begitu pikir saya.

Yogyakarta, Ramadan 2012
Wallah, ana muslim. Faufawwidu amry ilaik.
Tags:

Written by

Penulis buku, tinggal di Yogyakarta. Twitter: @Naqib_Najah

  • Punya Materi Bagus Tapi Tidak Ada Waktu Menulis!

    Banyak dosen yang tidak mempunyai waktu untuk menulis, padahal, mereka punya materi yang sangat bermanfaat.

  • Saya menulis buku biografi!

    Saat ini buku sudah dilirik sebagai media dokumentasi hidup yang sangat positif. Anda butuh penulisan biografi?

  • Berapa Biaya Hidup di Jogja? (Feature Radio)

    Ini dia pertumbuhan biaya hidup di kota pelajar ini. Pengin tahu lebih lanjut?

  • Jogja Kian Macet! (Esai Foto)

    Januari 2014 lalu saya beserta tim membuat esai foto menyoroti pembangunan hotel dan tingkat kemacetan....

  • Pengin Bikin Iklan Produk dalam Bentuk Video? Murah Kok!

    Iklan dengan bentuk video ternyata terkesan beda. Banyak orang melakukan hal ini, tapi... berapa sih biayanya?

 

Paraqibma Video Project


Layaknya anak-anak seusianya, Akila sering menemukan masalah saat proses belajar. Mulai dari susah diminta mengerjakan PR, hingga kejenuhan dengan sistem belajar.

Apa yang terjadi pada Akila selanjutnya? Simak video iklan berikut: Quamon, mini project by Paraqibma.

Artikel Bisnis


Dizipoint menjadi jembatan antara pebisnis dan pasar online. Selain plaza online, Dizipoint juga menyediakan artikel-artikel bisnis bagi pengunjung.

Saya menulis artikel-artikel bisnis untuk plaza online tersebut. Silakan login di sini untuk membaca artikelnya.

New Aquarich (Coming Soon)

Copyright © New Paraqibma | Designed by Templateism.com