Selasa, 01 April 2014

Cinta, Theodorisme dan Arti Dimensi

Share & Comment


Oleh Naqib Najah

Apakah kita harus menggantungkan segala sesuatu pada hal yang kasat mata? Karena kita manusia penuh keterbatasan, tidakkah mungkin lebih banyak hal yang mengitari kita dan itu tidak tertangkap oleh kedua mata.

Prinsip kausalitas menempatkan manusia sebagai subjek yang mempunyai keterkaitan erat dengan alam. Prinsip ini dengan sendirinya membawa kita pada keyakinan, kita tidak sendiri. Banyak elemen di dunia ini yang berhubungan, baik dalam konteks menguntungkan maupun sebaliknya.
Kausalitas mengantarkan kita mengenal law of attraction. Namun kausalitas, bagi beberapa orang—yang kebetulan memuja kesunyian, mengantarkan juga pada prinsip tarik-menarik antara dirinya dengan hal-hal yang tidak kasat mata (Theodorisme).
Film Her (2013) memberi gambaran yang jelas. Seorang Theodore di tengah kehidupannya yang sedikit antisosial, di tengah problem rumah tangga yang menerpanya, membawanya bertemu dengan Samantha. Jangan dibayangkan nama terakhir ini adalah perempuan dengan fisik yang bisa dilihat oleh kedua mata. Alih-alih manusia, Samantha hanya sebuah software (OS) yang mampu berinteraksi aktif dengan pemiliknya. Samantha mengandung elemen-elemen kesadaran layaknya manusia, hanya saja, ia berada dalam dimensi software, tidak kasat mata.
Menonton film Her—dengan kemasan roman dipadu konsep kehidupan futuristis—ibarat menyelami beberapa refleksi psikologis seseorang.
***
Dalam kehidupan sehari-hari, kita akan mencintai pot bunga yang kita pasang di teras rumah karena keunikannya. Sebab pot bunga tersebut sudah berulangkali terlihat oleh kedua mata, rasa cinta pun lahir. Kasus lain bisa saja tercermin dengan, bagaimana kita mencintai jaket kulit, motor, mobil, rumah karena kenyamanan, warna, atau bentuk yang dimilikinya. Sebab benda-benda tersebut terlihat dan sesuai dengan harapan, rasa cinta pun menyusup dalam diri kita.
Kaitan cinta dengan benda-benda yang terlihat oleh kedua mata sudah biasa kita temukan. Bagaimana jika kita balik? Bagaimana jika cinta tidak harus dikaitkan dengan hal-hal yang kasat mata?

Terjemahan cinta yang digambarkan dalam film Her memberi arti, cinta kadang seperti keyakinan: kita merasakannya walau dalam kadar tidak terlihat oleh kedua mata.

Hubungan Theodore dengan Samantha hanya menjadi wakil dari sekian banyak kenyataan yang kita rasakan. Theodore tidak sendiri. Sebab di dunia ini, banyak orang-orang yang berperilaku sama: mencintai walau dalam batas tidak melihat sama sekali.
Pada dasarnya, cinta adalah energi. Terlepas dari objek (dalam bentuk bunga, perempuan, motor, jaket), cinta adalah sebentuk energi yang mempunyai power untuk menjatuhkan atau membangkitkan pelakunya. Sampai pada batasan ini, kita akan setuju bahwa cinta bisa dirasakan—walau dalam konteks tidak terlihat sama sekali.
Saya jadi ingat kutipan keluhan-keluhan yang sering dilontarkan beberapa teman. Dalam kondisi belum berpasangan, di tengah kebutuhan memiliki partner hidup yang cukup tinggi, kita sering menghibur diri dengan seolah-olah berbicara dengan sosok pujaan kita. Sosok pujaan tidak harus dalam bentuk orang yang sudah kita kenal. Seringkali, sosok pujaan justru kita kemas dalam bentuk bayang-bayang yang belum pernah muncul dalam lingkup sosial yang kita miliki; ia bukan teman kantor, ia bukan teman kuliah, ia bukan teman ngobrol, ia bukan teman organisasi, dll.
“Aku mencintaimu.”
“Suatu saat kita akan hidup bersama.”
“Kita akan saling berbagi. Aku memenuhi kebutuhanmu, dan kamu mengisi celah yang ada dalam diriku.”
Kalimat-kalimat seperti di atas sudah cukup wajar terucap dalam hati seseorang, untuk mereka yang belum pernah terlihat sama sekali.
Kembali, cinta kadang seperti keyakinan. Ia terpupuk begitu kuat di dalam hati, tanpa perlu konfirmasi kepada kedua mata apakah kita pernah melihatnya atau tidak. Di saat kita sendiri, ketika kita sedang disudutkan oleh kenyataan—karena belum mempunyai pasangan atau lainnya—kita berkesempatan menjadi Theodore. Kita berkesempatan semakin dekat dengan diri sendiri lalu menjalin komunikasi dengan energi yang terpancar berkat keyakinan. Energi, cinta, keyakinan.
Theodore pernah menceritakan kondisinya dengan Catherine, mantan istrinya perihal rasa cintanya dengan Samantha. Jawab Catherine saat itu, “Itu membuatku sedih. Kamu tidak bisa menangani emosi yang nyata, Theodore.”
Namun dalam kondisi yang lain, dengan rasa sedikit cemburu sebuah OS bernama Samantha berbicara dengan Theodore, “Aku mengerti aku tidak memiliki tubuh. Namun aku merasakan sakit.” Dan juga kalimat Samantha yang cukup reflektif, “Kita sama-sama tercipta dari sebuah zat.” yang akhirnya menguatkan Samantha bahwa hal yang terlihat atau nyata hanyalah factor dimensi.

Theodore tidak bisa melihat Samantha bukan karena Samantha tidak nyata. Perbedaan dimensi, ya, perbedaan dimensi. Kita yang mencintai bayang-bayang dalam bentuk orang yang kita sukai, bukan berarti sosok tersebut tidak nyata. Kita mengenal dimensi. Barangkali ia masih berada dalam ruang dan waktu yang tidak sama dengan kehidupan kita saat ini. Namun apakah hal demikian membuat kita menyurutkan keyakinan, energi, serta cinta yang sudah kita rasakan?

Apakah kita harus menggantungkan segala sesuatu pada hal yang kasat mata? Karena kita manusia penuh keterbatasan, tidakkah mungkin lebih banyak hal yang mengitari kita dan itu tidak tertangkap oleh kedua mata.
Sampai batas pemahaman saya akan Theodore, barangkali saya perlu mengurangi rasa keluh. Barangkali saya tidak perlu lagi melontarkan kata, “Tapi kamu tidak pernah terlihat sama sekali,” kepada energi, cinta, keyakinan yang selama ini membesuk hari-hari yang saya jalani.
Sebab Thedorisme (ajaran mencintai bayang-bayang) tidak lain adalah bentuk dari komunikasi intrapersonal, mari meyakini energi yang terpancarkan pun memberi dampak yang tidak merugikan. 
Yogyakarta, 01 April 2014

Tags:

Written by

Penulis buku, tinggal di Yogyakarta. Twitter: @Naqib_Najah

  • Punya Materi Bagus Tapi Tidak Ada Waktu Menulis!

    Banyak dosen yang tidak mempunyai waktu untuk menulis, padahal, mereka punya materi yang sangat bermanfaat.

  • Saya menulis buku biografi!

    Saat ini buku sudah dilirik sebagai media dokumentasi hidup yang sangat positif. Anda butuh penulisan biografi?

  • Berapa Biaya Hidup di Jogja? (Feature Radio)

    Ini dia pertumbuhan biaya hidup di kota pelajar ini. Pengin tahu lebih lanjut?

  • Jogja Kian Macet! (Esai Foto)

    Januari 2014 lalu saya beserta tim membuat esai foto menyoroti pembangunan hotel dan tingkat kemacetan....

  • Pengin Bikin Iklan Produk dalam Bentuk Video? Murah Kok!

    Iklan dengan bentuk video ternyata terkesan beda. Banyak orang melakukan hal ini, tapi... berapa sih biayanya?

 

Paraqibma Video Project


Layaknya anak-anak seusianya, Akila sering menemukan masalah saat proses belajar. Mulai dari susah diminta mengerjakan PR, hingga kejenuhan dengan sistem belajar.

Apa yang terjadi pada Akila selanjutnya? Simak video iklan berikut: Quamon, mini project by Paraqibma.

Artikel Bisnis


Dizipoint menjadi jembatan antara pebisnis dan pasar online. Selain plaza online, Dizipoint juga menyediakan artikel-artikel bisnis bagi pengunjung.

Saya menulis artikel-artikel bisnis untuk plaza online tersebut. Silakan login di sini untuk membaca artikelnya.

New Aquarich (Coming Soon)

Copyright © New Paraqibma | Designed by Templateism.com