Rabu, 20 November 2013

Memilih Berdarah dan Lupa akan Celah

Share & Comment
Apa yang dituturkan Michael Jordan memang benar. Kita memiliki persaingan setiap hari. Standar yang sudah diterapkan, dengan sendirinya membawa seseorang kepada persaingan ketat. Tujuannya jelas, yakni meraih level yang diinginkan.
Legenda NBA ini ingin menegaskan, hidup adalah kompetisi. Setidaknya karir Jordan sebagai seorang atlet basket turut menjadi saksi, hidup adalah proses menggugurkan satu persatu lawan, fase menyisihkan pesaing demi meraih tempat impian.
Ucapan Jordan tentang hidup dan sebuah kompetisi, digambarkan juga oleh Vidhu Vinod Chopra. Ia yang mengubah novel Five Point Someone menjadi film menarik berjudul Three Idiots, menitik beratkan arti kompetisi di dalam hidup ini. Kita sedang berada dalam track panjang, dalam sebuah persaingan sengit, dengan misi yang tersimpan kuat di masing-masing pelakunya.
Misi-misi itu, mengilustrasikan kita layaknya tentara-tentara pembela negara. Kepala kita (concept) sebagai jenderal, sementara tangan dan kaki kita sebagai prajuritnya (skill). Jenderal yang handal mempunyai strategi canggih yang bisa melumpukan pertahanan lawan. Begitu pun, jenderal yang handal mampu membawa armada pasukannya (seluruh komponen tubuh kita) ke puncak kemerdekaan. Kita mengibarkan bendera, merayakan kemenangan, mengakhiri kompetisi dengan manis.
Apakah benar hidup harus dijalani dengan sebuah kompetisi? Lagi-lagi Jordan dan Vidhu Chopra tidak salah. Jika ingin meraih hasil lebih tinggi, berkompetisilah. Dengan kompetisi seseorang tahu berada di level mana dirinya saat ini.

Victor Kiam menuturkan, “Kompetisi akan menggigit Anda jika Anda terus berjalan, jika Anda diam, mereka akan menelan Anda.”[1]

Orang-orang yang sadar kompetisi akan memacu dirinya sekeras mungkin. Mau tidak mau, lari (fighting) adalah cara yang tepat jika tidak mau tertelan oleh hidup itu sendiri. Karena keterangan tersebut, tumbuhlah kita sebagai individu penuh ambisi. Kerja keras yang kita lakukan hari ini, diperuntukkan supaya menghindari kekalahan, supaya meraih kemenangan, supaya tidak tersisihkan dengan menyandang status pecundang.
Saya pemuja sebuah kompetisi. Entah sejak kapan, saya masuk ke dalam lingkaran orang-orang yang mudah tergerus arus kompetisi. Terlepas kalah atau menang, hidup menjadi menarik jika saya merasa terbawa ke dalam sebuah persaingan.
Sejauh ini saya tidak pernah menggungat hal tersebut. Pikir saya, ya begitulah cara terbaik untuk menjalani hidup. Sekalipun kompetisi adalah hal yang sangat berat bagi setiap individu, itu adalah jalan terbaik, karena memastikan nilai survival of the fittest di setiap lini, aku Andrew Carnegie.
Jika selama ini ada kalimat, “Berat menjalani hidup,” bisa jadi koteks kalimatnya mengarah kepada kompetisi. Kenyataannya, hidup memang berjalan cukup ketat. Persaingan bergulir tiada henti. Sungguh jalan yang berat, sebagaimana tutur Marquis de Sade[2], “All is unceasing and rigorous competition in nature.”
Namun cerita berubah setelah mengenal istilah “samudera biru”. Istilah ini lahir dari pasangan dosen dan murid, W. Chan Kim dan Renee Mauborgne. Di dalam bukunya berjudul “Blue Ocean Strategy”, keduanya seolah ingin memukul balik. Jika selama ini hidup adalah kompetisi, maka Blue Ocean ingin menegaskan, ada hal yang salah di balik cara berpikir seperti ini.

Apakah hidup harus dijalani dengan berkompetisi? Iya, jawabannya. Namun tidak dengan cara memukul lawan dan terlalu fokus dengan battle.

Segala konsep hidup memang mempunyai bahaya laten masing-masing. Karena pengkiblatan yang sangat kuat terhadap seorang tokoh, lahirlah bahaya laten bernama fanatisme. Karena terlalu fokus pada satu informasi saja, lahirlah bahaya laten bernama anti saran dan kritik. Begitu pun, kompetisi mempunyai bahaya laten terhadap pelakunya sendiri.

Terlalu fokus pada kompetisi justru mengaburkan seseorang dari pencapaian sebenarnya. Saya membayangkan diri saya berada dalam sebuah peperangan. Karena terlalu fokus pada battle, saya akhirnya lebih melihat kedengkian lawan dan perlahan-lahan abai dengan tujuan sebuah peperangan, yakni menjajah daerah baru dan meraih sebuah kemenangan.  
Konsep “samudera biru” adalah lawan daripada “samudera merah”. Di zona kedua, siklus berjalan sebagaimana yang terjadi pada banyak orang. Ketatnya persaingan mengharuskan mereka berkompetisi setengah mati. Sementara “samudera biru” lebih menekankan pada sebuah loncatan. Kita dituntun untuk mencari celah, bukan battle.
Secara psikologis, persaingan membawa dampak yang berbeda terhadap pelakunya. Saya merasakan betul hal ini. Kata kompetisi yang selalu saya tanamkan di dalam kepala, mempunyai akibat—salah satunya—pada kekacauan kondisi psikis. Kondisi batin saya seperti ruang ganti Manchester City di akhir-akhir masa jabatan Roberto Mancini. Gerah!

Persaingan adalah sebuah kegagahan, semua orang sibuk dalam kompetisi, hingga batas mereka tidak mempunyai kasih sayang.[3] Karena arus kompetisi, kadang kita kehilangan kasih sayang untuk diri sendiri. Jatuhnya, tubuh kita adalah komoditas, kita ‘menjual’nya sedemikian rupa demi meraih goal.

Pada halaman-halaman awal buku Blue Ocean, satu kesalahan mendasar adalah kuatnya kata ‘strategi’ dengan nuansa militer. Kata strategi menjadi salah satu komponen di dalam sebuah kompetisi. Kompetisi berjalan karena adanya unsur satu ini. Fenomena yang terjadi, kata strategi selalu dikaitkan dengan bertempur dan berebut.
Sebaliknya, kita jarang mengkaitkan kata strategi dengan celah (opportunity) dan inovasi. Sekali lagi, begitu mudahnya saya mengingat lawan (competitor), namun begitu minimnya saya memikirkan kemungkinan.
Paragraf-paragraf yang tertulis di halaman awal buku Blue Ocean Strategy memang begitu menohok. “Samudera Biru” mengaruskan saya pada gelobang yang menetralisir racun-racun kompetisi dalam kepala saya. Saya akui, racun-racun itu belum sepenuhnya hangus, namun selagi menempatkan diri dalam birunya samudera biru, saya akan sampai pada fase paling menyenangkan untuk berstrategi.
Pada bulan Juni 2011 lalu, Sony Pictures Classics telah merilis film Footnote. Scene-scene awal film ini, cukup menggambarkan bahaya laten sebuah kompetisi. Karena ambisi tidak mau kalah, seorang ayah bernama Eliezer Shkolnik  tidak bisa turut menikmati prestasi putranya yang meraih sukses di bidang keilmuwan.
Dalam beberapa hari, film itu terus menghantui pikiran saya. Diam-diam ada kekhawatiran di kemudian hari, saya akan menjadi Eliezer Shkolnik baru. Saya takut salah menempatkan kata kompetisi, sehingga putra kesayangan pun menjadi korban sebuah persaingan. Sebelum semua itu membesar, bolehlah saya berlarut-larut dalam samudera biru. Supaya racun kompetisi tidak membawa saya pada persaingan berdarah-darah, melainkan lebih melihat semangat berproses dan berjuang segigih yang saya bisa.
Yogyakarta, 20 November 2013

[1] Ia mengkaitkan kutipannya kali ini untuk dunia bisnis.
[2] Penulis dan filsuf, lahir 2 Juni 1740 – 2 Desember 1814.
[3] Kutipan dari Major Owens.
Tags: ,

Written by

Penulis buku, tinggal di Yogyakarta. Twitter: @Naqib_Najah

  • Punya Materi Bagus Tapi Tidak Ada Waktu Menulis!

    Banyak dosen yang tidak mempunyai waktu untuk menulis, padahal, mereka punya materi yang sangat bermanfaat.

  • Saya menulis buku biografi!

    Saat ini buku sudah dilirik sebagai media dokumentasi hidup yang sangat positif. Anda butuh penulisan biografi?

  • Berapa Biaya Hidup di Jogja? (Feature Radio)

    Ini dia pertumbuhan biaya hidup di kota pelajar ini. Pengin tahu lebih lanjut?

  • Jogja Kian Macet! (Esai Foto)

    Januari 2014 lalu saya beserta tim membuat esai foto menyoroti pembangunan hotel dan tingkat kemacetan....

  • Pengin Bikin Iklan Produk dalam Bentuk Video? Murah Kok!

    Iklan dengan bentuk video ternyata terkesan beda. Banyak orang melakukan hal ini, tapi... berapa sih biayanya?

 

Paraqibma Video Project


Layaknya anak-anak seusianya, Akila sering menemukan masalah saat proses belajar. Mulai dari susah diminta mengerjakan PR, hingga kejenuhan dengan sistem belajar.

Apa yang terjadi pada Akila selanjutnya? Simak video iklan berikut: Quamon, mini project by Paraqibma.

Artikel Bisnis


Dizipoint menjadi jembatan antara pebisnis dan pasar online. Selain plaza online, Dizipoint juga menyediakan artikel-artikel bisnis bagi pengunjung.

Saya menulis artikel-artikel bisnis untuk plaza online tersebut. Silakan login di sini untuk membaca artikelnya.

New Aquarich (Coming Soon)

Copyright © New Paraqibma | Designed by Templateism.com