Selasa, 02 April 2013

Menangkap Layang-layang Anak-anak Surgawi

Share & Comment
(Dalam kategori Valuekolis, dengan label Anak Matahari, saya memosting beberapa cerita antara saya dan anak saya. Kenyataannya saya belum beristri, namun cerita yang saya tabung ini suatu saat akan bermanfaat bagi saya dan bayi saya sesungguhnya. Untuk kesempatan perdana, saya menulis percakapan antara saya dan anak saya. Hal demikian terjadi ketika dalam perjalanan menuju Karimunjawa, tepat di lantai atas kapal Ekspres Santika.)

Bukan angin yang mendadak mengingatkanku kepadamu, Nak. Namun tiupan kencang yang Bapak rasakan dari atas kapal ini, menjulur-julur rambut Bapak yang lima centi, menerbangkan jaket yang baru Bapak beli, memang semakin menguatkan ikatakan antara aku dan kamu. Namun lagi-lagi bukan angin yang mendadak mengingatkanku kepadamu, Nak. Bukan! Sebab segala tentang anak, kamu, sangat melekat di pikiran Bapak, menyusup di tengah sepi, mengendarai imajinasi Bapak, tanpa bantuan angin.
Durasi dua jam, dengan terpaan angin laut, Bapak sedang menuju Karimunjawa. Durasi yang cukup untuk berbagi cerita denganmu.
Semula Bapak ingin bercerita tentang 15 Ekor Kucing dan Seremoni Makan Malam di Pelabuhan. 15 ekor kucing yang lahir dari ibu yang sama, namun mempunyai kecenderungan makan malam berbeda.
Namun cerita seperti itu tidak cocok untuk siang harimu yang terlalu sengat. Di tengah terik matahari ini, Bapak melihatmu meloncat-loncat, begitu semangat. Layaknya anak yang sedang menerka arah jatuhnya layang-layang. Dan siang ini, kamu memang sedang menangkap 'layang-layang' yang ada di pikiranmu. Mempertanyakan beberapa hal, yang janggal, setelah kamu lihat keadaan di sekitar. 

Mula-mula, ketika kamu melihat seorang laki-laki gemuk meminum sebotol air mineral yang ia selipkan di tas kecilnya—Ia meminumnya hampir setiap mengecilnya sebatang rokok dari tangannya—kamu bertanya:
"Apa minuman terbaik untukku, Bapak?" tanyamu. 

Barangkali kamu bingung, sebab di samping kananmu terdapat lelaki gemuk dengan air mineralnya, sementara di sisi kiri dan depanmu, ada anak kecil yang menenteng sekotak teh, dan sepasang kekasih yang menikmati segelas kopi.
Antara air putih, teh, dan kopi, Bapak sendiri menyukai air putih. Namun Bapak tidak akan menjawab, “Minumlah air putih.” Tidak sesingkat itu, Nak Maka jawab Bapak atas pertanyaan mana minuman terbaik itu? adalah dengan sepenggal kalimat berikut:
"Nak, air putih menyederhanakanmu, kopi mendewasakanmu, sementara teh melegakan setiap penatmu."
Untuk pertanyaan pertama ini, Bapak lihat kamu manggut-manggut saja. Semoga ketika dewasa nanti, kamu bisa menyempurnakan jawaban itu jauh lebih bijak. Sebab kebijakan selalu mengikuti zaman, sementara Bapak kurang tahu bagaimana zamanmu kelak.
Nak, ini adalah hari menyenangkan. Kembali, karena perjalanan ini adalah proses menyentuh kenyataan. Sehingga Bapakmu mempunyai cerita, menabung pengalaman hidup, setidaknya akan menjadikan Bapakmu yang kaya akan kisah.
Mendengar tentang hari, kamu menangkap satu 'layang-layang' lagi. Kamu meloncat, menerkam layang-layang pikirmu, lalu bertanya:
"Apa yang dinamakan hari terbaik?" tanyamu.
Jawab Bapak, "Ketika impian datang yang membuatmu bertemu seribu hari lebih panjang.” 

Kenyataannya mimpi memang estafet, dari nyawa satu ke nyawa berikutnya, berikutnya lagi, dan seterusnya. Sehingga ‘nyawa’ yang kemarin hari sudah setengah tenaga, tergantikan lagi dengan ‘nyawa’ baru, mimpi penyebabnya. Di saat seperti inilah kamu menemukan hari-hari terbaik. Semoga mimpimu tak pernah padam, pesan Bapak, klise, layaknya Bapak-bapak lainnya.
Sudut-sudut kapal ini dipenuhi alat penyelamat. Di bagian atas, di samping tempatmu berdiri, ada sekoci kecil, bila kecelakaan mendera, ia bisa menjadi alternatif penyelamatan penumpang. Di tangga sebelum kita naik ke lantai dua, beberapa tabung dan pelampung bertengger di dinding kapal. Hidup memang butuh senjata, penyelamat, pengusir celaka di tengah celaka. Kamu pun bertanya, ini layang-layang ketiga yang kamu tangkap, Bapak mendengar pertanyaanmu.
"Apakah Bapak punya pedang, benda tajam, yang bisa menyelamatkan Bapak?" tanyamu.
Bapak tidak pandai memainkan benda tajam. Bapak bukan anggota Kung Fu, juga bukan ahli bela diri. Namun jawab Bapak, "Pedang? Nak, kadang ada yang lebih tajam dari benda tersebut. Mulut namanya. Ia mampu melibas lawan, namun juga mampu membunuh pemiliknya sendiri. Oleh karenanya, jika harus menyelamatkan hidup, Bapak terlebih dahulu menyelamatkan mulut Bapak. Sebaliknya, jika Bapak harus menyerang lawan, mulut Bapak juga yang akan menjadi senjatanya.”
Jawaban Bapak terlalu panjang. Aku lihat kamu memainkan lidah saja. Kedua matamu sayu. Bingung? Mungkin saja. Sebagai penghibur, Bapak bercerita sebentar tentang Richard Parker. Sesungguhnya ia bukanlah manusia. Namun adalah nama dari Harimau milik Pi Patel. Saat kapal Pi mengalami musibah di tengah laut, Pi menjalani 227 hari di atas sekoci kecil dengan Richard Parker. Ia harimau yang tidak tahu arti setia. Meninggalkan Pi begitu saja di saat keduanya sudah menemukan daratan.
“Harimau?” tanyamu kaget. Iya, Harimau, Nak. Binatang yang terkenal kuat, pemangsa hebat. Lanjutmu, “Lalu lebih hebat mana antara Kera dan Harimau, Bapak?”
Pertanyaanmu sedikit menyimpang dari cerita Bapak. Namun tugas Bapak untuk menjadi penjawab yang baik. Maka inilah kalimat Bapak untukmu, Nak, tentang pemangsa, tentang orang-orang kuat.
"Nak, daripada Harimau atau Kera, Bapak lebih memilih Burung. Dia memang bukan pemangsa. Namun sebagaimana Kera dan Harimau, Burung tetap mempunyai kebiasaan berebut makanan. Namun lihatlah, sekali pun berebut, Burung tetap menunjukkan keanggunannya. Cara mereka mematuk, mengepakkan sayap, mengebiri lawannya.”
 Jika harus bertarung dalam hidup ini, Bapak anjurkan, tetaplah menjaga keanggunan. Anggun berarti bertarung dengan cara yang elegan, pesan Bapak.
"Lalu bagaimana cara diam yangg baik? Apakah diam yang baik itu seperti lelaki gemuk yang dari tadi menghisap rokok tanpa sepotong kalimat ini?" tanyamu, melirik lelaki di samping kananmu. Sepertinya kamu tidak terganggu dengan gaya diamnya, melainkan asap rokok dan abu yang mengenai bajumu, baju warna biru, dengan gambar teleskop, bertuliskan, “Lihatlah dunia lebih luas.”
Jawabku untuk ‘layang-layang’ kelima yang kamu terbangkan ini:
"Nak, diamlah seperti danau. Bicaralah seperti matahari. Lalu trsenyumlah seperti subuh."
Lalu laju kapal semakin pelan. Lelaki gemuk di sampingmu membuang putung rokok, menginjaknya. Beberapa langkah penumpang terdengar, bunyi bata sepatu membentur baja. Kapal menepi, Karimunjawa sudah dekat, orang-orang bersiap turun. Bapak pun melangkah. Langkah yang pelan, Bapak selalu tertinggal.
Tanyamu mengenai cara melangkah.
“Bagaimana aku harus berjalan di dunia ini?”
Jawab Bapak sambil membopong tas ransel, setengah membungkuk, sekaligus penutup komunikasi kita.
"Nak, berjalanlah paling depan. Lakukan hal demikian jika memang kamu mempunyai arah yg bermanfaat untuk lainnya. Lalu berjalanlah paling belakang jika memang jejak mereka yang di depan mampu mendewasakan pengetahuanmu."
Angin sudah tidak lagi segersang beberapa menit lalu, Nak. Angin semakin pelan, langkah kami tertambat di pelabuhan. Seperti kata Bapak sebelumnya, bukan angin kencang yang mendadak mengingatkan Bapak denganmu. Maka entah itu pelan atau kencang, Bapak dan kamu adalah senyawa, saling mengingatkan.
Aku adalah Bapak yang terus kamu ingatkan untuk rajin memperjuangkan hidup. Meraih pengetahuan, menjelajah yang belum diketahui. Katamu, “Supaya kelak nanti aku peroleh cerita banyak darimu.”
Dan aku sulit membahasakanmu, Nak. Apakah kamu anak paling beruntung sebab mempunyai Bapak sepertiku, atau sebaliknya. Bapak hari ini memang bukan Bapak terbaik. Namun sejauh engkau dilahirkan, Bapak akan menjadi penjawab terbaik, penangkap layang-layang yang senantiasa terbang dari pikiranmu.

Bila ada kesempatan, bertanyalah. Terbangkan layang-layangmu lagi, Bapak akan menangkapnya. 

Karimunjawa, Jumat 29 Maret 2013

Di akun Twitter @naqib_najah, saya mentwit beberapa kutipan pertanyaan antara Bapak dan anak. Beberapa di antaranya sebagaimana berikut: 

  1. "Kapan aku blh makan dg tangan kiri?" tanyanya. Jwbku, "Nak, tngn kiri digunakan ketika tangan kanan tdk sebaik citra yg orang katakan."
  2. "Apa mainan terbaik?" tnyany. Jwbku, "Nak, tidak ada mainan terbaik melebihi putaran dunia ini sndiri. Mainkanlah, hingga kamu benar2 suka."
  3. "Lalu dg apa aku hrs menulis?" tanyanya. Jwbku, "Nak, otak adalah pena, hati kertasnya. Otak menulis hatimu menyimpan. Hapus dg pengethuan."
  4. "Di mana aku hrs menulis?" tnyanya. Jwbku, "Nak, Bapak dan Ibu sdh mewariskan hati. Tulis yg kamu pikirkan di dalamnya.Bacalah setiap hari."
  5. "Apakah aku boleh bermain?" tanyanya. Jawabku, "Nak,bermainlh. Selagi angin msh mnjadi penyulut knanganmu, selagi air menjadi cermin hdpmu."




Tags:

Written by

Penulis buku, tinggal di Yogyakarta. Twitter: @Naqib_Najah

  • Punya Materi Bagus Tapi Tidak Ada Waktu Menulis!

    Banyak dosen yang tidak mempunyai waktu untuk menulis, padahal, mereka punya materi yang sangat bermanfaat.

  • Saya menulis buku biografi!

    Saat ini buku sudah dilirik sebagai media dokumentasi hidup yang sangat positif. Anda butuh penulisan biografi?

  • Berapa Biaya Hidup di Jogja? (Feature Radio)

    Ini dia pertumbuhan biaya hidup di kota pelajar ini. Pengin tahu lebih lanjut?

  • Jogja Kian Macet! (Esai Foto)

    Januari 2014 lalu saya beserta tim membuat esai foto menyoroti pembangunan hotel dan tingkat kemacetan....

  • Pengin Bikin Iklan Produk dalam Bentuk Video? Murah Kok!

    Iklan dengan bentuk video ternyata terkesan beda. Banyak orang melakukan hal ini, tapi... berapa sih biayanya?

 

Paraqibma Video Project


Layaknya anak-anak seusianya, Akila sering menemukan masalah saat proses belajar. Mulai dari susah diminta mengerjakan PR, hingga kejenuhan dengan sistem belajar.

Apa yang terjadi pada Akila selanjutnya? Simak video iklan berikut: Quamon, mini project by Paraqibma.

Artikel Bisnis


Dizipoint menjadi jembatan antara pebisnis dan pasar online. Selain plaza online, Dizipoint juga menyediakan artikel-artikel bisnis bagi pengunjung.

Saya menulis artikel-artikel bisnis untuk plaza online tersebut. Silakan login di sini untuk membaca artikelnya.

New Aquarich (Coming Soon)

Copyright © New Paraqibma | Designed by Templateism.com