Setelah keringat-keringat itu memasak
cerita-cerita sukses, selebihnya akan ada mulut-mulut yang berbicara mengenai
alasan yang—kadang—sangat masuk akal.
Pasca MotoGP San Marino, Minggu 16 September silam, Scott Redding tiba-tiba
berkeluh kepada media. Bukan komentar
motor atau buruknya cuaca Italia yang membuatnya bersuara. Tanpa diduga, Scott justru mengutuk dirinya sendiri, menistakan tinggi badan dan berat
tubuhnya yang
menghalanginya tampil maksimal sepanjang gelaran Moto2. Scott, apabila harus mengajukan permohonan di saat itu,
dengan setengah sesal ia akan berdoa supaya
tidak memiliki tubuh dan berat badan yang terlalu besar.
Mempunyai tinggi 184
cm memang ukuran ideal bagi seorang atlet. Namun bukan untuk rider Moto2. Terlebih ketika Scott berberat badan mencapai 74 kg. Maka ia akan menemui kendala pada kecepatan laju motor. Walau
sebenarnya dengan posisi tersebut, Scott
lebih bisa mengendalikan tunggangannya di saat memasuki tikungan. Namun balapan tidak sekadar perihal tikungan, buktinya
ia sering diasapi kompetitornya justru ketika balapan memasuki track lurus.
|
Scott Redding |
Ini adalah cerita tentang kisah sukses dan penerimaan
sebuah alasan. Di antara meluapnya banyak pujian, selebihnya Anda akan
menemukan alasan-alasan kecil yang muncul sebab luapan sebuah kegagalan.
Scott datang dari negeri kedua berbentuk kegagalan. Segala keluh yang ia
lontarkan mengenai berat badannya, tentu ia tujukan sebagai alasan di balik
kegagalannya di Moto2. Begitulah, Scott sah mengutuk berat badannya, namun
tidak demikian dengan Anda yang
diharamkan mencela dirinya—perihal keluhannya tersebut.
Kesuksesan adalah
sebuah kesempurnaan. Makhluk bernama “sukses” ini lahir di antara persetubuhan kristal-kristal
mulia kecil yang akhirnya
mengelompok hingga bergaunglah “makhluk sukses” tersebut.
Scott Redding menyadari betul hal itu. Melalui pernyataannya, "Saya
menjadi lebih frustrasi. Permasalahan bukan lagi siapa yang terbaik di Moto2,
karena ternyata ukuran tubuh lebih menentukan kesuksesan daripada talenta pembalap
itu sendiri." Scott sebenarnya tengah mengajarkan arti kesempurnaan di
balik cerita sukses seseorang.
Bahwa sukses adalah makhluk paling perfeksionis
sejagat raya. Ia ibarat dukun yang memberi syarat berupa
hal-hal kecil yang kadang di
laur dugaan Anda. Hal-hal kecil yang
apabila tidak dilakukan, maka gagal sudah orang itu untuk meraih zona tersebut.
Hal-hal kecil
yang tidak bisa dipenuhi Scott Redding untuk
menuju zona itu tidak lain adalah berat badan. Ia kecewa!!! Menganggap permintaan makhluk bernama
sukses itu tidak realistis. Namun kembali, sukses adalah sebuah kesempurnaan. Sempurna
dalam segala hal, sekali pun berbentuk hal-hal kecil yang kadang Anda remehkan
dan tidak masuk akal.
Kisah sukses dan
tuntutan sebuah kesempurnaan, sering juga saya bicarakan bersama seorang teman.
Barangkali kami adalah dua makhluk yang sama-sama datang dari negeri kedua,
negeri bernama kegagalan.
Kami datang Setelah keringat-keringat itu memasak
cerita-cerita sukses, lalu mulut kami
berbicara mengenai alasan yang—kadang—sangat masuk akal.
Kami berbicara
tentang start hidup. Bagaimana
kompetitor (barangkali di antara
pesaing-pesaing kami adalah Anda pembaca blog ini) mampu memulai hidup dari posisi 2,3 atau bahkan pole position. Sementara saya dan teman
saya yang ikut berkompetisi dalam hidup ini, harus jatuh bangun dari angka ketujuh.
Ini adalah sebuah
kenyataan. Hidup memang mengenal klasifikasi. Tidak setiap kelahiran
bisa ditandai sebagai “Selamat datang di dunia. Dengan kelahiran ini berarti
kita sama-sama berada di pole position untuk
berlomba di dalam dunia ini.”
Kenapa Anda bisa memulai
dari pole position, nomor dua, tiga
sementara kami mengatakan sebagai rider dengan
start nomor tujuh, delapan atau
angka-angka buruk lainnya?
Kalau Anda hidup di tengah lingkungan yang berpendidikan
(ayah seorang guru, ibu lulusan S1 ilmu komunikasi, Mbak baru saja ujian
skripsi sekalipun dengan keadaan ekonomis sederhana), atau kalau Anda mempunyai
lingkungan jutawan (ayah seorang wirausahawan, toko material bertebaran di
setiap kecamatan (walau pun iklim pendidikannya kurang), dan atau serta jika-jika lainnya, maka secara otomatis Anda sedang ditaruh Tuhan
untuk memasuki arena balap dengan posisi start yang positif. Setidaknya ada
modal berbentuk mental sebab proses kelahiran Anda di tengah
lingkungan-lingkungan tersebut, yang mungkin tidak dimiliki competitor lain.
Itu hal remeh. Sangat remeh. Mempermasalahkan start awal kehidupan, mempermasalah bla
bla bla lainnya. Samahlnya Scott Redding yang terpaksa mengungkit berat dan
tinggi badannya. Namun kembali, sukses adalah makhluk paling perfeksionis yang
pernah kita kenal. Ia dukun, peminta syarat-syarat kecil yang mau tidak mau
harus dipenuhi.
Lalu bagaimana nasib Scott
Redding setelah menemukan
kutukan atas dirinya sendiri? Cerita akan kita akhiri dengan manis. Scott
Redding yang berputus asa, akhirnya menerima syarat si makhluk bernama sukses
itu. Faktanya, syarat yang diajukan makhluk bernama sukses memang tidak satu
ragam saja. Oleh karenanya, ketika ia gagal memenuhi syarat di bagian berat dan
tinggi badan, maka ia berjanji akan memenuhi syarat-syarat lainnya.
Scott akan meraih kesempurnaan dengan menempa siis lain di
luar berat dan tinggi badan tersebut. Sehingga ia diloloskan oleh dukun bernama
sukses untuk memasuki zonanya.
Scott, begitu pun saya, Anda dan sahabat terdekat yang berbicara
mengenai alasan yang—kadang—sangat masuk akal, tetap akan memasak keringat-keringat itu untuk
mencapai titik kesempurnaan. Sehingga lahirlah cerita-cerita sukses yang ternyata sudah dipesan sebagai cerita menarik untuk dibaca
banyak orang.
Yogyakarta, 29 Oktober
2012
Scott Redding dianggap
sebagai pembalap muda penuh talenta, tiga kali naik podium sepanjang Moto2 seri
Philip Island 2012. Namun ia bernasib berbeda seperti Andrea Iannone atau Marc Marquez yang akan nak level ke MotoGP musim mendatang.