Rabu, 21 Mei 2014

Panas Dalam Menanti Momen

Share & Comment

Apa yang paling kita cari di dunia ini? Salah satu jawabannya adalah momen. Kita mudah merelakan diri untuk menunggu berjam-jam demi sebuah momen yang kita harapan. Sean O'Connell, dalam film The Secret Life of Walter Mitty, rela naik ke gunung di Islandia demi mencari momen yang terlihat dari lensa kameranya. Hal serupa tentu juga dialami fotografer lain.

Para fans Manchester City menunggu 44 tahun untuk melihat momen istimewa berupa pesta juara Premier League (2011/2012). Valentino Rossi meunggu momen kembalinya dia ke podium utama selama dua tahun lebih. Tahun 2010, tepatnya tanggal 10 Oktober, The Doctor memenangi seri Malaysia. Selanjutnya, ia berada dalam penantian panjang sebelum akhirnya kembali menjuarai balapan di Assen, Belanda 29 Juni 2013.
Tidak perlu jauh-jauh, Anda pun mempunyai pengalaman yang sama. Anda menunggu beberapa momen, hingga akhirnya benar-benar mencicipi apa yang Anda tunggu.
Beberapa tahun yang lalu, saat masih awal-awal berada di Jogja, momen yang saya tunggu adalah bisa duduk di kursi kantor penerbitan. Tidak sekadar duduk, melainkan masuk ke dalam bagian tim penerbit. Awal bereksistensi di Jogja, saya nyari uang lewat koran (nulis cerpen/resensi atau ngasong koran di lampu merah). Wajar jika saya berbayang-bayang duduk di kursi penerbit. Pikir saya, orang tua saya akan bahagia mendengar kabar itu. Setidaknya, anaknya yang tanpa ijazah formal bisa masuk jajaran tim kreatif industri kreatif.
Ditarik lebih ke belakang lagi, saat ibu saya sakit-sakitan, saya mempunyai misi pribadi. Saya yang masih dibiayai orang tua (saat itu), berharap bisa menembus media massa dengan cara menulis cerpen. Itu momen yang saya tunggu-tunggu kurun 2004-2008. Pikir saya, kalau cerpen saya bisa masuk, orang-orang sekitar saya--baik teman, orang tua, hingga sanak family--bisa melihat, bahwa saya yang lepas pendidikan formal, tetap bisa 'berbicara' di bidang umum.
Setelah menikmati suasana kerja di bidang penerbitan, momen yang saya nanti-nanti beralih lagi. Saya pengin menikmati industri media televisi. Pikir saya, demand (bisa juga disebut scop) media tv jauh lebih luas ketimbang media cetak (dalam bentuk buku). Oleh karenanya, saya pun menunggu momen bisa duduk di bangku kuliah. Bagi saya ini adalah batu loncatan.
Di dalam dunia tulis menulis, setelah saya tidak lagi ngantor di penerbit dengan memilih jadi penulis freelance, momen yang saya tunggu terpusat pada keinginan saya untuk fokus pada penulisan buku-buku biografi. Saya pengin membentuk personal branding sebagai biografer.
Awal tahun 2013, gayung bersambut. Kesempatan perdana saya jatuh pada penulisan mini biografi seorang profesor di Jogja yang ingin membukukan pengalamannya selama mengajar di Australia dan Malaysia. Saya penuh semangat datang ke rumahnya setiap pagi untuk wawancara. Saya rekam apa yang beliau ceritakan, lalu saya menulisnya. Proses ini terjadi berulang-ulang hingga membentuk keutuhan sebuah buku. Project ini berlangsung hingga kini—saya berusaha mempertahankannya.  
Di hari Waisak ini, ingatan saya akan momen itu merebak lagi.
Menaruh momen sebagai sebuah harapan yang kita nanti-nanti, seperti meletakkan satu sisi magnet (positif) dalam hidup ini. Sementara posisi kita saat ini, seperti sisi magnet lainnya (negatif) yang memang masih dalam taraf berusaha meraih yang diinginkan. Proses seperti ini, secara tidak langsung membawa kita pada track yang futuristik. Kita sedang mengarah kepada masa depan, kepada kemajuan.
Menaruh momen di dalam hidup, di sisi lain, bisa juga menjadi boomerang. Mental yang salah, justru membelokkan kita sehingga menjauh dari momen itu. Ada orang yang tidak siap untuk menunggu momen.
Waisak tahun lalu, sms masuk ke hape saya, "Kapan naskahnya selesai?" Narasumber saya mungkin kadung geram melihat saya yang menunda-nunda deadline. Momen menulis biografi yang ditunggu-tunggu, justru meletakkan saya pada masa jet lag. Seperti menunggu momen adzan Maghrib: rasa lapar yang berlebih, jika disikapi dengan mental yang salah, justru mengantarkan kita tidak bisa menikmati sajian berbuka.
"Nggak usah buru-buru. Perutnya bisa munggah (naik)," tutur Ibu saya, beberapa puluh tahun lalu, saat saya masih kecil. Perut yang munggah mengakibatkan saya tidak gagal menikmati berbagai hidangan nikmat yang sudah dijadikan ibu. Padahal, hidangan itu sudah lama saya tunggu.
"Apa yang saya suka tentang foto adalah bahwa mereka menangkap momen yang hansya sekali saja, tidak mungkin untuk mereproduksi," tutur Karl Lagerfeld. Lebih luas, apa yang Anda suka tentang hidup ini adalah meraih momen yang (kadang) hanya sekali kita dapat. Kesempatan selalu datang sekali, katanya. Namun lagi-lagi, penantian yang salah mengantarkan kita kegagalan menikmati kado yang sudah dinanti-nanti.

Yogyakarta, 21 Mei 2014
Tags: ,

Written by

Penulis buku, tinggal di Yogyakarta. Twitter: @Naqib_Najah

  • Punya Materi Bagus Tapi Tidak Ada Waktu Menulis!

    Banyak dosen yang tidak mempunyai waktu untuk menulis, padahal, mereka punya materi yang sangat bermanfaat.

  • Saya menulis buku biografi!

    Saat ini buku sudah dilirik sebagai media dokumentasi hidup yang sangat positif. Anda butuh penulisan biografi?

  • Berapa Biaya Hidup di Jogja? (Feature Radio)

    Ini dia pertumbuhan biaya hidup di kota pelajar ini. Pengin tahu lebih lanjut?

  • Jogja Kian Macet! (Esai Foto)

    Januari 2014 lalu saya beserta tim membuat esai foto menyoroti pembangunan hotel dan tingkat kemacetan....

  • Pengin Bikin Iklan Produk dalam Bentuk Video? Murah Kok!

    Iklan dengan bentuk video ternyata terkesan beda. Banyak orang melakukan hal ini, tapi... berapa sih biayanya?

 

Paraqibma Video Project


Layaknya anak-anak seusianya, Akila sering menemukan masalah saat proses belajar. Mulai dari susah diminta mengerjakan PR, hingga kejenuhan dengan sistem belajar.

Apa yang terjadi pada Akila selanjutnya? Simak video iklan berikut: Quamon, mini project by Paraqibma.

Artikel Bisnis


Dizipoint menjadi jembatan antara pebisnis dan pasar online. Selain plaza online, Dizipoint juga menyediakan artikel-artikel bisnis bagi pengunjung.

Saya menulis artikel-artikel bisnis untuk plaza online tersebut. Silakan login di sini untuk membaca artikelnya.

New Aquarich (Coming Soon)

Copyright © New Paraqibma | Designed by Templateism.com