Orang Jawa mengenal kata kemrungsung. Terjemahannya hampir mendekati kata terburu-buru. Jika
dibayangkan dalam sebuah adegan, seperti seorang yang berlari kencang tanpa
kendali demi mengejar barang di depannya.
Status perihal kemrungsung pernah ditulis seorang teman lewat akun jejaring
sosialnya. Karena ia mempunyai basic sebegai pebisnis (percetakan dan
penerbitan), maka kalimat kemrungsung ia
kaitkan dengan dunia bisnis. Terburu-buru ingin meraih sesuatu kadang justru
membuat kita capek tapi minim hasilnya, tuturnya, kurang lebih seperti itu.
Setelah menjalani seri Le Mans 18 Mei 2014 kemarin, Valentino Rossi ditanya oleh wartawan terkait
kondisi rekan setimnya, Jorge Lorenzo. Pembalap berjuluk Por Fuera ini sedang dalam kondisi yang buruk. Lima race sudah
berlangsung di MotoGP, tapi ia baru bisa naik podium satu kali. Tepatnya di GP Argentina (27/04/14), itu pun podium tiga, bukan utama.
Lorenzo bobrok. Keterpurukannya berbanding
terbalik dengan kisah manis Rossi. Di saat The Doctor mengemas catatan positif
sepanjang lima seri, Lorenzo hanya bisa bernapas kembang kempis.
"Saya
sedikit memahami Jorge karena secara pribadi saya berada dalam situasi yang
berbeda,” tutur Rossi soal Lorenzo.
Lebih lanjut, pria kelahiran Urbino ini mengakui kualitas Lorenzo di lintasan
balap. Tahun 2008 ketika kali pertama menjalani debut di kelas premier, Lorenzo
mengakhiri kompetisi di urutan keempat. Posisinya meningkat ke urutan kedua di
musim berikutnya, lalu meraih juara di tahun 2010. Tapi ujian sebenarnya jatuh
pada musim ini. Selain karena kuatnya kompetitor, juga dikarenakan ujian
mental. Sudah tahu Yamaha belum bisa menandingi kesempurnaan Honda musim ini, Lorenzo
justru mengawali musim yang random: Por
Fuera jatuh di seri Qatar, dilanjutkan finish urutan kesepuluh di Amerika.
Situasi yang kontras, sekaligus mengantarnya menuju zona kemrungsung.
"Bagi
Jorge situasinya berbeda karena Jorge
ingin menang,”
sambung Rossi. “Saat ini Honda secara teknis sedikit
lebih baik daripada Yamaha. Jadi, bagi Jorge situasi ini sedikit membuat
frustrasi karena dia tahu ini cukup mustahil."
Kondisi kemrungsung menjauhkan kita
dari senang. Susah menemukan kenikmatan dalam tahap seperti ini. Di kepala
kita, hanya ada teriakan ayo ayo ayo, yang
sebenarnya bagus untuk memotivasi, namun malah membelokkannya pada kondisi yang
lain.
"Dia
tidak senang. Jadi, mungkin karena alasan ini dia punya sejumlah masalah," komentar Rossi.
***
Dalam buku Change
Anything yang ditulis berjamaah oleh Kerry
Patterson, Joseph Grenny, David Maxfield, Ron McMillan Dan Al Switzler, disebutkan bahwa setiap keinginan berubah tidak
selamanya bisa mengubah. Selalu ada jebakan-jebakan yang membelokkan kita dari niat
untuk berubah.
Kerry Patterson dkk. menjelaskan, keinginan
menggebu-gebu biasanya tidak diimbangi dengan keseimbangan. Padahal, dalam
kondisi apa pun, keseimbangan tetap menjadi kunci langkah seseorang.
“Kebahagiaan bukanlah soal intensitas tetapi keseimbangan,
keteraturan, ritme dan harmoni,” tegas
Thomas Merton. “Keseimbangan, kedamaian, dan
sukacita adalah buah dari kehidupan yang sukses,” tutur Thomas Kinkade. Lalu di
mana letak kata kemrungsung di tengah
prinsip-prinsip tersebut.
Suatu waktu, ketergesa-gesaan membawa keuntungan dalam bentuk energi besar
untuk meraih sesuatu. Di sisi lain, ketergesa-gesaan membawa kita pada
pembelokan yang—siap-siap saja—bakal mejatuhkan kita pada proses yang kurang
sistematis. Hingga akhirnya, niat hati ingin mengurai benang kusut namun malah
membuat kusut benang tersebut.
Lorenzo, dalam tahap seperti ini, memang benar-benar diuji. Kualitas dalam
bentuk skill harus diimbangi dengan kualitas dalam bentuk mental. Maka tidak
ada salahnya jika Por Fuera merunduk sebentar untuk mendengar komentar adik
juniornya:
“Bagi saya, kalau Anda ingin cepat kuncinya adalah
Anda harus menikmatinya. Kalau Anda tidak menikmatinya, itu mustahil,” ujar Marquez.
Yogyakarta, 27 Mei 2014