Dulu--bahkan juga hingga saat ini--saya mempunyai katalog khusus terkait orang-orang kontroversial yang bagaimanapun kekacauan mereka di mata umum, tetap asyik untuk saya amati. Orang-orang kontroversial tidak selamanya kontroversi. Barangkali kita terlalu termakan terjemahan umum tentang sebutan itu, dan kita butuh sedikit meninjau, arti sesungguhnya sebuah kontroversi.
Kontroversi, dalam KBBI berarti
perdebatan. Jika seseorang disebut kontroversial, berarti ia sosok yang diperdebatkan di lingkungan sosial. Diperdebatkan, bukan dinegatifkan. Dengan demikian, kontroversi belum berarti negatif. Walaupun dalam beberapa contoh, poin kontroversi yang dilakukan seseorang, memang benar-benar negatif.
Awal kemunculan Mario Balotelli--dengan seringnya diberitakan media--saya mempunyai katertarikan dengan pemain satu ini. Ia lahir dari pasangan imigran asli Ghana yang kemudian memutuskan hijrah ke Italia. Dari Ghana ke Italia, tentu membawa konsekuensi sendiri. Ditambah lagi kondisi finansial Thomas dan Rose Barwuah yang memperkuat adanya cerita panjang di balik kontroversi Super Mario.
Di balik kontroversi, ada cerita (faktor) kuat yang melatarbelakangi sosok kontroversial tersebut. Ini yang membuat saya menyukai orang-orang kontroversial.
Ketika saya menulis mini biografi salah seorang tokoh, dan mendengar kisah-kisah lamanya terkait keberadaan dia di lingkungan sosial, saya menggali lagi satu alasan di balik karakter kontroversial seseorang. Mereka mempunyai kejujuran untuk bertindak, walau pada akhirnya dikatakan sebagai melanggar aturan, sistem, atau sebuah perjanjian. Namun itulah kejujuran.
Dalam beberapa kesempatan, saya juga menganalogikan mereka seperti pedang. Orang-orang kontroversial berarti manusia-manusia pedang. Mereka mempunyai gairah kuat untuk memajukan diri sendiri (khalayak menyebutnya dengan egoisme), namun menurut saya itu adalah tanda positif. Tanda bahwa mereka orang-orang futuristis, walau lagi-lagi dibilang sebagai pelanggar aturan, norma sosial, atau istilah lainnya (baca:
Manusia-manusia Pedang).
Saat Sebastian Vettel melakukan aksi yang menimbulkan banyak perdebatan dengan melanggar perintah
team order Red Bull, justru saya mengangkat jempol, walau lagi-lagi dengan catatan sedikit kasihan dengan Mark Webber. Mari menarik lagi cerita kontroversi Sebastian Vettel.
Saat GP Malaysia digelar di sirkuit Sepang, Minggu, 24 Maret 2013, duo Red Bull mendominasi jalannya balapan. Sejak lap ke-44, Webber memimpin jalannya race, diikuti Vettel di belakangnya. Melihat kondisi ini, team order meminta Vettel untuk tidak melakukan over taking. Namun apa yang terjadi pada beberapa lap berikutnya?
Vettel mengambil posisi Webber. Dalihnya, ia mempunyai ban yang memungkinkan meraih kecepatan melebihi Webber. Tanpa menghiraukan perasaan Webber (selaku rekan setim) juga aturan norma dalam bentuk
team order, Vettel tetap melanjutkan hasrat pribadinya. Apa yang Anda pikirkan tentang hal ini?
Saya menyukai Vettel-Vettel berikutnya.
Norma, etika, dan segala sistem sosial... tanpa berniat menolak semua prinsip tersebut, namun bagaimana lagi, untuk menyelamatkan orang lain, terlebih dahulu kita harus menguatkan diri sendiri. Orang-orang kontroversial mengajari saya cara berjuang, gigih, tanpa berpangku pada orang lain.
Bagaimana jika saya terkena sabitan boomerang gara-gara prinsip satu ini? Saya jawab, saya sudah pernah merasakannya berulangkali. Prinsip seperti ini benar-benar boomerang. Saya berulangkali mempunyai masalah dengan teman-teman dekat. Satu hal yang paling parah adalah, saya bermasalah dengan teman dekat (dan saya menganggapnya saudara karena kebersamaan kami yang terjalin dari usia TK hingga saat ini)--puji Tuhan, semuanya sudah
clear.
Ketika saya mendapat kesempatan ngobrol dengan Mbak kandung saya, pesan yang sering ia sampaikan adalah, untuk memperkuat pondasi diri sendiri. "Hidup jangan bergantung," pesannya. Lewat Mbak saya, teringat beberapa pesan yang menitik beratkan untuk menyelamatkan diri sendiri, baru kemudian menjadi Super Hero untuk orang lain. Tidak selamanya prinsip ini benar, namun dalam beberapa kondisi, saya merasakan etos positif yang terbangun di baliknya.
Katalog saya tentang orang-orang kontroversial, tentu akan saya buka selamanya. Saya terus me-
list orang-orang baru yang akan masuk dalam katalog saya. Ketika mereka masuk, di saat itu juga energi baru lahir dalam diri saya. Energi untuk memperkuat diri sendiri, toh efeknya, jika itu positif, akan menular juga untuk lingkungan sosial yang ada di sekitar saya.
Yogyakarta, 12 Mei 2014