Minggu, 15 Februari 2015

Jogja Living Cost: Berapa Sih Biaya Hidup di Jogja?

Share & Comment

Dua orang mahasiswa yang duduk di bangku lobi kampus berbicara dengan suara yang sangat pelan. Saya duduk di samping mereka. Sayup-sayup, terdengar obrolan keduanya. Mereka berbicara biaya hidup yang kian mahal.

Dalam bahasa mereka, uang lima puluh ribu sekarang sudah tidak ada artinya. Lima puluh ribu hanya bisa bertahan dua hingga tiga hari. Topik biaya hidup sebenarnya sudah sering saya dengar. Tidak hanya di lobi kampus broadcasting itu, melainkan juga di warung makan dan tempat tongkrongan mahasiswa.

Atas dasar itu, saya beserta teman-teman (Rezali Akbar Haksomo, Dyaz Frihantana dan Eunike Debby) membuat sebuah feature radio. Kami mengambil judul Jogja Living Cost dengan topik pembahasan berapa biaya hidup di Jogja? Seberapa besar peningkatan biaya hidup di kota ini dari tahun ke tahun? Apa yang membuat biaya hidup di Jogja kian membengkak?

Ketiga topik itu kami kemas dalam feature radio berdurasi 10 menit. Berikut cuplikannya.

Primadona di Bidang Pendidikan
Kami memulainya dengan ketertarikan masyarakat terhadap Jogja sebagai tujuan untuk mengenyam pendidikan. Kepercayaan masyarakat terhadap Jogja terbilang sangat tinggi. Setiap tahun, Jogja  didatangi sekitar 150.000 mahasiswa baru (Harian Jogja, 13/3/15).

Jumlah maba yang mencapai seratus ribu lebih itu, sebanding dengan jumlah kampus di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang terbilang cukup banyak. Berdasarkan informasi dari situs Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY, jumlah perguruan tinggi (baik swasta mau pun negeri) mencapai 130 kampus.

Di Malang, jumlah perguruan tinggi masih di bawah Jogja, yakni 87 kampus yang meliputi wilayah Malang Kota, Kabupaten Malang dan Kota Batu. Sementara di Bandung terdapat 81 kampus berdasarkan informasi dari Bandung.go.id. Jogja masih unggul jumlah dalam hal ini.

Informasi ini kamu unggah ke dalam feature radio tersebut. Anda bisa menyimaknya di bagian bawah.

Jogja yang menjadi primadona di bidang pendidikan, ternyata mempunyai fenomena menarik terkait biaya hidup. Budi Susanto dalam buku Penghiburan sempat membahasakan mahasiswa Jogja dengan "mahasiswa ndeso" karena kesederhanaan serta gaya hidup yang jauh dari kesan hedonisme. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, Jogja perlahan-lahan mengalami banyak perubahan.


33 Tahun Silam, Jogja Cuma Punya Satu Diskotik
Sebutan "mahasiswa ndeso" juga dilandaskan pada kondisi Jogja puluhan tahun lalu. Pada tahun 1982 atau 33 tahun silam, Jogja cuma punya satu diskotik. Saat itu, Crazy Horse menjadi simbol hedonisme di kota ini.

Pada tahun 1990, wajah kota Jogja mulai dipenuhi dengan kafe-kafe dan rumah makan. Pertumbuhan tempat-tempat tongkrongan sangat pesat di tahun 90-an. Hal demikian berdampak juga pada gaya hidup mahasiswanya. 

"Dengan menjamurnya kafe, muncul pula fenomena clubbing yang cukup marak di awal tahun 2000-an ini, di mana kafe selalu menjadi tempat nongkrong mereka," tulis Budi Susanto dalam bukunya.

Delapan Juta Cukup Buat Hidup Setahun
Anda bisa saja protes dengan sub judul di atas. Masak iya uang delapan juta bisa dipakek hidup di Jogja selama setahun? Jawabannya, iya, bisa! Tapi itu terjadi tahun 2002. Di tengah feature radio, kami sengaja menyajikan kepada pendengar tentang grafik peningkatan biaya hidup di Jogja dari tahun ke tahun.

Bank Indonesia mencatat, biaya hidup mahasiswa di Jogja pada tahun 2002 hanya mencapai 8 juta pertahun. Tahun 2003, biaya hidup di kota gudeg meningkat menjadi 9 juta pertahun. Perbulan, rata-rata mahasiswa hanya butuh 750 ribu rupiah untuk memenuhi kebutuhan kost, makan, dll. Setahun kemudian, living cost bulanan mahasiswa Jogja sudah mencapai angka 900 ribu rupiah.

Dalam melakukan survei, Bank Indonesia bekerjasama dengan Pusat Studi Ekonomi, Keuangan dan Industri UPN Yogyakarta. Ketika tahun 2004 mahasiswa Jogja masih cukup dengan angka 9 ratus ribu untuk semua kebutuhan, cerita berbeda dirasakan mahasiswa Jogja pada tahun 2008. Biaya hidup sudah mencapai Rp 1.200.000 perbulan.

”Biaya hidup mahasiswa untuk seluruh strata pendidikan rata-rata sebesar Rp1.278.350 (tahun 2008, red.). Angka ini meningkat sebesar 32,37% dibandingkan dengan pengeluaran mahasiswa pada tahun 2004 yang hanya Rp965.750,” ujar Pimpinan Bank Indonesia DIY Tjahyo Utomo sesuai survei yang dilakukan tahun 2008.

Lonjakan besar terjadi pada tahun 2012 lalu. Di mana biaya hidup perbulan bagi para mahasiswa sudah mencapai Rp 1.700.000 perbulan. Angka ini didapat berdasarkan kebutuhan mendasar seperti kost, makan, transport, keperluan hiburan dan urusan akademik.

Dari tahun 2008 menuju tahun 2012, terdapat kenaikan biaya hidup sebesar 50%.

Biaya hidup memang relatif. Akan tetapi, selalu ada benang merah dari sekian sempel yang diteliti. Program D-IV mempunyai kebutuhan berbeda dengan mahasiswa jenjang lainnya. Mahasiswa D-IV rata-rata butuh Rp1.600.000 perbulan. Mahasiswa S1 butuh sekitar Rp1.700.00 perbulan. Sementara mahasiswa S2 membutuhkan Rp2.370.000 selama sebulan.

Kira-kira, kemana mereka membelanjakan uangnya?

Dari survei yang dilakukan BI dan UPN Yogyakarta, diambillah sebuah kesimpulan bahwa ada tiga komponen yang paling menyedot biaya. Yakni 31 persen untuk keperluan pangan, 17 persen untuk biaya kost, dan 10 persen untuk biaya telepon.


Biaya Murah Tidak Jadi Alasan Utama
Meskipun citra kesederhanaan Jogja tetap melekat (entah berapa persen), akan tetapi, ternyata murahnya biaya hidup di kota ini tetap tidak menjadi prioritas utama kenapa masyarakat memilih Jogja sebagai tujuan pendidikan.

Ardito Bhinadi sebagai Ketua Tim Peneliti Fakultas Ekonomi UPN mengatakan, besarnya minat masyarakat untuk masuk di perguruan tinggi (PT) negeri maupun swasta di Yogyakarta disebabkan karena beberapa faktor berikut:

1. Dianggap mempunyai kualitas baik (26%),
2. Biaya pendidikan yang murah (24%),
3. Keamanan dan kenyamanan belajar (18%),
5. Murahnya biaya hidup (15%),
6. Dan dekat dengan daerah asal (14%).

Mahasiswa Jogja Asli Sulawesi dengan Budget Termahal
Sebagai penutup, kami menyajikan fakta menrik di feature radio ini. Usut punya usut, mahasiswa Jogja asli Sulawesi mempunyai pengeluaran paling tinggi dibanding mahasiswa lainnya.

Urusan pengeluaran, mahasiswa asli Sulawesi menempati urutan pertama, disusul mahasiswa asli Kalimantan, mahasiswa asli Sumatera dan terakhir mahasiswa asli Jawa dengan pengeluaran paling minim. 

"Biaya hidup mahasiswa asal Sulawesi paling tinggi dianding daerah lain. Setiap bulannya, kebutuhan mahasiswa mencapai Rp2,61 juta. Mahasiswa Kalimantan menghabiskan Rp2,13 juta per bulan, Indonesia Timur Rp2,05 juta, dan Sumatera Rp1,8 juta. Untuk mahasiswa asal Jawa paling rendah, hanya sekira Rp1,6 juta," demikian tulis Okezone (12/9/12)

Fakta di atas seolah membenarkan stereotipe yang menyebut mahasiswa asal luar Jawa sebagai mahasiswa elit dengan uang bulanan yang lumayan. Hahaha. Bagaimana bentuk feature radio itu? Saya sudah mengunggah hasil feature kami lewat Soundcloud dengan Ayu Syifa sebagai narator.

Tim Jogja Living Cost: Naqib Najah, Rezali Akbar Haksomo, Dyaz Frihantana, Eunike Debby Vidiari.
Narator: Ayu Syifa.

Tags:

Written by

Penulis buku, tinggal di Yogyakarta. Twitter: @Naqib_Najah

  • Punya Materi Bagus Tapi Tidak Ada Waktu Menulis!

    Banyak dosen yang tidak mempunyai waktu untuk menulis, padahal, mereka punya materi yang sangat bermanfaat.

  • Saya menulis buku biografi!

    Saat ini buku sudah dilirik sebagai media dokumentasi hidup yang sangat positif. Anda butuh penulisan biografi?

  • Berapa Biaya Hidup di Jogja? (Feature Radio)

    Ini dia pertumbuhan biaya hidup di kota pelajar ini. Pengin tahu lebih lanjut?

  • Jogja Kian Macet! (Esai Foto)

    Januari 2014 lalu saya beserta tim membuat esai foto menyoroti pembangunan hotel dan tingkat kemacetan....

  • Pengin Bikin Iklan Produk dalam Bentuk Video? Murah Kok!

    Iklan dengan bentuk video ternyata terkesan beda. Banyak orang melakukan hal ini, tapi... berapa sih biayanya?

 

Paraqibma Video Project


Layaknya anak-anak seusianya, Akila sering menemukan masalah saat proses belajar. Mulai dari susah diminta mengerjakan PR, hingga kejenuhan dengan sistem belajar.

Apa yang terjadi pada Akila selanjutnya? Simak video iklan berikut: Quamon, mini project by Paraqibma.

Artikel Bisnis


Dizipoint menjadi jembatan antara pebisnis dan pasar online. Selain plaza online, Dizipoint juga menyediakan artikel-artikel bisnis bagi pengunjung.

Saya menulis artikel-artikel bisnis untuk plaza online tersebut. Silakan login di sini untuk membaca artikelnya.

New Aquarich (Coming Soon)

Copyright © New Paraqibma | Designed by Templateism.com